Dokter di Jepang Tak Setuju Kebijakan Lockdown, Ini Alasannya

- Kamis, 23 April 2020 | 19:23 WIB
Suasana di salah satu sudut Kota Fujisawa, Jepang. (REUTERS/Issei Kato)
Suasana di salah satu sudut Kota Fujisawa, Jepang. (REUTERS/Issei Kato)

Pandemi virus corona di Jepang menyebabkan 299 orang meninggal dunia, dengan angka kasus 11.950. Perdana Menteri Jepang shinzo Abe keadaan darurat di tujuh prefektur, kemudian diperluas ke seluruh negara.

Kebijakan lockdown di Jepang membuat beberapa orang menjerit, khususnya bagi penjual atau pebisnis yang bergantung pada daya beli masyarakat. Mereka berharap pemerintah kembali memikirkan dampak dari kebijakan tersebut.

Tadashi Yanai, pendiri Fast Retailing, pengecer pakaian, mengatakan keadaan darurat seharusnya dinyatakan hanya di daerah terbatas.

"Jika Anda meminta semua orang untuk tinggal di rumah, ekonomi akan runtuh," katanya.

-
Warga di Jepang memakai masker saat beraktivitas di luar rumah. (REUTERS/Athit Perawongmetha)

Bisa Ditekan

Shigeru Omi, pakar kesehatan di Jepang, membaca situasi yang terjadi saat ini. Dia pun tak setuju dengan adanya pembatasan sosial berskala besar (psbb).

"Jika 80% kontak fisik dapat dihindari, secara signifikan bisa mengurangi tingkat infeksi, bahkan tanpa mengunci warga kami," sebutnya, seperti diwartakan Financial Times, Kamis (23/4/2020).

Tujuannya untuk mengurangi jumlah kasus virus corona. Jadi, kasus Covid-19 dapat dikelola dengan pelacakan kontak.

"Masyarakat harus sadar diri. Jadi, mereka pun mulai mengubah kebiasaan, termasuk dengan melakukan physical distancing. Saya yakin, dengan cara itu angka kasus akan terus menurun," tambahnya.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X