Tingkat Polutan Tetap Sama, Mobilitas Masyarakat Selama WFH Masih Tinggi

- Rabu, 8 April 2020 | 17:07 WIB
Ilustrasi polusi udara di Jakarta. (ANTARA/Sigid Kurniawan).
Ilustrasi polusi udara di Jakarta. (ANTARA/Sigid Kurniawan).

Salah satu upaya pemerintah mengendalikan penyebaran virus corona baru di Indonesia adalah, mengeluarkan kebijakan agar masyarakat membatasi kegiatan di luar dan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Banyak masyarakat yang sudah menjalankannya dengan kerja, belajar, dan beribadah dari rumah.

Kebijakan tersebut sudah mulai diberlakukan sejak pertengahan Maret lalu. Kendati demikian, nyatanya mobilitas masyarakat masih tinggi. Terbukti dari pengamatan PM10 oleh BMKG di beberapa lokasi di Indonesia, terlihat konsentrasi polutan masih sama pada periode berdiam diri di rumah, dibandingkan dengan sebelumnya. Ini merupakan indikator yang menunjukkan aktivitas masyarakat relatif masih sama.

"Polutan yang terpantau akibat pembakaran BBM, bisa dari kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Artinya pada saat termonitor sampai akhir Maret, proses pembakaran BBM di lalu lintas kurang lebih masih sama antara sebelum dan setelah WFH," ujar Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati, M.Sc. P.hD dalam diskusi online baru-baru ini.

Melihat situasi tersebut, Dwikorita menyimpulkan anjuran untuk tinggal di rumah belum efektif dipatuhi oleh masyarakat. Meski begitu, pihaknya masih terus melakukan pemantauan terhadap PM10 dan konsentrasi polutan. Dirinya berharap agar terjadi gejala penurunan. Sebab, mobilitas masyarakat sangat berpengaruh terhadap penyebaran virus corona baru.

Dalam pemaparannya Dwikorita mengungkapkan, posisi Indonesia yang berada di sekitar garis khatulistiwa sebenarnya memiliki keuntungan. Suhu rata-rata berkisar antara 27- 30°C dan kelembapan udara berkisar antara 70 - 95%. Kondisi tersebut merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk wabah Covid-19

Namun nyatanya, kasus Covid-19 telah menyebar di Indonesia pada gelombang kedua. Ini menunjukkan jika faktor mobilitas masyarakat lebih berpengaruh dalam penyebaran dan peningkatan kasus. Sedangkan suhu dan kelembapan hanyalah faktor pendukung dalam mengurangi risiko penyebaran virus corona baru.

Oleh karenanya, pembatasan mobilitas masyarakat dan interaksi sosial harus dilakukan lebih optimal. Apabila keduanya benar-benar diterapkan, maka faktor suhu dan kelembapan dapat menghambat penyebaran virus corona baru di Indonesia. Terlebih sebentar lagi akan memasuki musim kemarau.

"Mari kita memanfaatkan musim kemarau yang suhunya tinggi dan kelembapannya tinggi dengan cara benar-benar menerapkan physical distancing dan membatasi interaksi sosial, disertai intervensi kesehatan masyarakat sehingga Covid-19 bisa dikendalikan," pungkas Dwikorita.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Hindari 4 Makanan ini Saat Kamu Anemia!

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB
X