2 Cara Ini Dinilai Jitu untuk Deteksi Virus Korona Baru di Indonesia

- Senin, 10 Februari 2020 | 17:37 WIB
Virus korona baru (Cleveland Clinic)
Virus korona baru (Cleveland Clinic)

Kasus penyebaran virus korona baru hingga saat ini masih menjadi topik hangat di tengah masyarakat dunia. Bagaimana tidak, prevalensi terus meningkat setiap harinya. Hingga hari ini tercatat pasien yang terinfeksi sudah lebih dari 40 ribu kasus dan menyebabkan 910 kematian.

Akan tetapi, hingga hari ini di Indonesia belum ada kasus terkonfirmasi virus korona baru. Kondisi ini membuat sejumlah pihak bertanya-tanya tentang kemampuan fasilitas kesehatan di Tanah Air untuk mendeteksi virus tersebut.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menegaskan ada 3 laboratorium yang sudah terstandar memiliki kapasitas untuk memeriksa virus.

-
Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr Achmad Yurianto (Maria Adeline/Indozone)

 

"Perlu dipahami memeriksa virus tidak sama seperti memeriksa golongan darah karena spesimen yang akan diperiksa adalah mukosa atau lendir saluran nafas, bukan darah, bukan urin. Spesimen itu kemudian diambil lalu diperiksa sesuai dengan standar WHO. Pemeriksaan ini membutuhkan fasilitas laboratorium dengan sertifikasi BSL (biosecurity level) 2 atau 3," ujar Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr Achmad Yurianto.


Ditemui Indozone dalam temu media, Senin (10/2/2020) di Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Yurianto mengatakan di Indonesia ada  tiga laboratorium yang memiliki sertifikasi BSL 2 atau 3. Dua laboratorium BSL 2 yaitu Pusat Penyakit Tropis Universitas Airlangga Surabaya dan di Lembaga Eijkman Jakarta. Satu laboratorium BSL 3 yaitu Balitbangkes.

Yurianto menjelaskan, ada dua cara yang digunakan untuk memeriksa spesimen. Cara pertama adalah cara yang sudah tersertifikasi sejak menghadapi virus SARS pada 2002 dan virus MARS pada 2011. Cara ini menggunakan metode swab dengan reagen untuk mendeteksi virus korona baru kemudian ditentukan virus korona baru atau bukan. Pemeriksaan ini telah terakreditasi oleh WHO dan telah dilakukan joint external evaluation serta memiliki sertifikat.



"Pemeriksaan ini prosedurnya klinis artinya tidak semua orang tiba-tiba diperiksa. Ada klinis yang mendukung yaitu influenza berat, panas badan, dan kemudian bisa disertai gangguan pernafasan atau nafasnya gak nyaman disertai dengan batuk. Tentunya akan disertai dengan skrining pemeriksaan fisik," kata Yurianto.



Cara kedua adalah PCR yang juga digunakan oleh Singapura dan Australia. Pemeriksaan ini dihadapkan dapat langsung melihat pada spesimen ada virus korona baru atau tidak sehingga waktunya lebih cepat. Sejak akhir Januari lalu, Kemenkes telah menggunakan cara ini bersamaan dengan cara sebelumnya.

Kedua cara ini digunakan bersamaan untuk mendeteksi spesimen yang dikirimkan oleh rumah sakit. Hingga saat ini sudah ada 62 spesimen yang diperiksa. Sebanyak 59 spesimen menunjukkan hasil negatif dan 3 lainnya masih diteliti.



"Semua hasil pemeriksaan yang kami lakukan segera disampaikan ke rumah sakit yang mengirim spesimen dalam rangka follow up layanan pasien. Tapi semua spesimen yang diperiksa nanti akan dilakukan verifikasi oleh WHO. Oleh karena itu WHO mengatakan semua yang kami lakukan sudah benar," pungkas Yurianto.

Artikel Menarik Lainnya:

 

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X