Disindir Politisi PDIP soal Utang BUMN, Begini Jawaban Monohok Stafsus Sri Mulyani

- Minggu, 28 Juni 2020 | 17:09 WIB
Ilustrasi utang negara (ANTARAFOTO/(Akbar Nugroho Gumay)
Ilustrasi utang negara (ANTARAFOTO/(Akbar Nugroho Gumay)

Politisi PDI-P, Adian Napitupulu mengkritisi tingginya utang BUMN yang mencapai Rp5.600 triliun. Utang tersebut dinilai jauh lebih besar daripada utang luar negeri (ULN) Malaysia yang senilai Rp3.500 triliun.

Menanggapi hal itu, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan bahwa Indonesia tidak bisa dibandingkan Apple to Apple dengan Malaysia. Pasalnya, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan Malaysia berbeda jauh.

"Rasanya kurang tepat membandingkan nominal utang antar dua negara yang ukuran ekonominya berbeda, apalagi utang sebuah negara dengan BUMN," ujar Yustinus, Minggu (28/6/2020).

Ia menilai, jika ingin membandingkan utang antar negara, ukuran yang dipakai adalah rasio utang terhadap PDB. Yustinus menyebut, rasio ULN Indonesia tercatat 36%, sementara Malaysia mencapai 62%. 

Yustinus juga mempertanyakan sumber data yang digunakan Adian. Sebab berdasarkan data pemerintah, utang BUMN mencapai Rp6.070 triliun. Jika dikurangi dana pihak ketiga (DPK) perbankan sebesar Rp2.842 triliun, maka utang usaha BUMN tersebut hanya sebesar Rp3.228 triliun.

"Yang kami sampaikan data resmi pemerintah, dan BUMN sudah dikonsolidasi ke Kemenkeu, utang terdiri itu atas DPK, pencatatannya sebagai utang tapi bukan utang, kurang lebih Rp2.842 dan utang usaha BUMN, 2,842 triliun," ungkapnya. 

Tak hanya itu, Yustinus pun menyebut bahwa ungkapan Adian yang membandingkan pemberian stimulus pemerintah kepada BUMN dan kepada UMKM yang menurutnya kurang tepat.

"Justru di sinilah jantung perkaranya. Membagi uang, taruhlah Rp 152 triliun ke pelaku UMKM tentu baik dan bermanfaat. Namun tanpa didasari pertimbangan matang, khususnya mengukur kemampuan diri, menghitung luasan dan kedalaman dampak pandemi, daya tahan menghadapi guncangan, tata kelola yang baik – boleh jadi kita justru menggali lubang baru," tuturnya. 

Maka itu, kata Yustinus, Pemerintah kemudian menyusun prioritas, tangani aspek kesehatan dan perkuat perlindungan sosial. Hingga kini, alokasi Rp 87 triliun disiapkan untuk sektor kesehatan dan Rp 203,9 triliun untuk perlindungan sosial yang menjangkau 50% penduduk Indonesia. Untuk lebih berdaya ungkit, disiapkan pula program padat karya Kementerian/Lembaga sebesar Rp 18,44 triliun. 

"Seolah, menurut Bung Adian, UMKM dibiarkan terseok tanpa bantuan. Padahal, berdasarkan kalkulasi terbaru, dukungan pemulihan ekonomi nasional untuk UMKM sebesar Rp 123,45 triliun, jauh lebih besar daripada untuk BUMN sebesar Rp 52,57 triliun. Sektor UMKM merupakan sektor terbesar kedua setelah perlindungan sosial sebesar Rp 203,9 Tltriliun. Rinciannya, subsidi bunga mencapai Rp 35,28 teiliun, penempatan dana untuk restrukturisasi sebesar Rp 78,78 triliun, Belanja Imbal Jasa penjaminan (IJP) sebesar Rp 5 triliun, penjaminan untuk modal kerja (stop loss) sebesar Rp 1 triliun, dan pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM sebesar Rp 1 triliun," tuturnya. 

"Selain itu, bagi para pelaku UMKM diberi insentif PPh UMKM sebesar Rp 2,4 triliun ditanggung Pemerintah hingga September 2020," sambungnya.  

Sedangkan untuk BUMN, kata Yustinus,  rencana alokasi penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 20,5 triliun dan pinjaman untuk modal kerja sebesar Rp 29,65 triliun. Jika ditelusuri lebih dalam, PMN yang diberikan kepada BUMN juga bermuara ke UMKM. Misalnya anggaran untuk PT Permodalan Nasional Madani sebesar Rp 1,5 triliun nantinya digunakan untuk program perempuan prasejahtera lewat Mekaar dan ULaMM. Hal yang sama, PMN ke PT BPUI sebesar Rp 6 triliun (Askrindo dan Jamkrindo) juga digunakan untuk penjaminan penyaluran kredit ke UMKM.

"Tentang dukungan untuk BUMN, Pemerintah saat ini masih berjibaku merumuskan yang terbaik," pungkasnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X