Dokter sekaligus konsultan laktasi Utami Roesli, mengatakan bahwa anak yang usianya di atas 2 tahun, tak perlu lagi mendapatkan asupan susu, sekalipun diklaim bagus untuk pertumbuhan.
"Sampai usia dua tahun memang diperlukan makanan cair. Kalau sudah mendapatkan ASI sampai dua tahun, kenapa ribut-ribut usia dua tahun ke atas perlu diberi susu formula?," tutur dia, dilansir dari Antara, Senin (1/2/2021).
Menurut Utami, susu formula biasanya mengandung gula tinggi. Jadi, daripada memberikan susu formula, lebih baik ibu memberikan ASI jika masih memungkinkan.
Hasil temuan dari Hellen Keller Indonesia (HKI), 100 susu pertumbuhan yang beredar di Indonesia dari Januari 2017 hingga Mei 2019, 98% mengandung satu atau lebih gula tambahan.
Sukrosa, laktosa, turunan madu, fruktooligosakarida, galaktooligosakarida, dan sirup glukosa padat merupakan enam jenis gula yang paling umum ditambahkan pada susu pertumbuhan.
77 persen susu pertumbuhan juga mengandung sukrosa. Bahkan, kebanyakan susu pertumbuhan mengandung antara 1-10 gula tambahan untuk menambah rasa manis pada produk dan rata-rata mengandung 5 gula tambahan yang berbeda.
Susu pertumbuhan ini biasanya menyasar anak-anak berusia 1-3 tahun.
"Susu pertumbuhan beredar di Indonesia berdasarkan Model Nutrient Profiling dari Food Standars Agency (FFA) Inggris termasuk kategori tidak sehat dengan kandungan gula tinggi," kata dr. Dian Nurcahyati Hadihardjono dari HKI.
Dian menyarankan apabila ibu ingin memberikan susu, carilah produk yang kandungannya hanya susu tanpa tambahan lain.
"Ketika manusia sudah masuk usia bisa mengonsumsi makanan keluarga, maka susu sama seperti sumber kelompok protein hewani lainnya," timpal Dian.
Meski begitu, bukan berarti kamu dilarang memberikan susu untuk anak. Boleh saja memberi susu, tapi tidak setiap hari.
"Susu bukan tidak boleh tapi tidak perlu. Tidak saban hari, saban minggu, sekali-sekali saja." pungkasnya.
