Cuti Melahirkan 6 Bulan, Peneliti UI: Berdampak Baik Bagi Kesehatan Ibu & Anak

- Jumat, 23 Desember 2022 | 17:03 WIB
Ilustrasi ibu yang baru saja melahirkan anaknya. (Freepik)
Ilustrasi ibu yang baru saja melahirkan anaknya. (Freepik)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI masih memperjuangan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang saat ini masih alot. Salah satu yang disorot dalam RUU KIA ialah, perubahan cuti melahirkan, semula tiga bulan diperpanjang menjadi enam bulan.

Selama masa cuti, ibu tetap mendapatkan gaji penuh sebesar 100 persen selama tiga bulan pertama. Untuk tiga bulan setelahnya, upah dibayarkan sebesar 70 persen.

RUU KIA tidak hanya disorot para pengusaha, tetapi juga para peneliti. Salah satunya, peneliti laktasi dari Program Studi Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr dr Ray Wagiu Basrowi, MKK.

Baca Juga: DPR Dorong Cuti Ibu Melahirkan Jadi 6 Bulan, Ini Alasannya

Ia berpendapat, cuti melahirkan selama enam bulan bukan hanya berdampak baik pada kesehatan ibu, tapi juga perkembangan bayi.

"Hasil penelitian kami di FKUI sejak 2012 hingga 2015 menunjukan bahwa, memperpanjang cuti melahirkan hingga enam bulan, meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif, menjaga kesehatan ibu dan bayi, dan mempertahankan produktivitas pekerja perempuan," ucap dr Ray dalam diskusi kelompok terbatas di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (23/12/2022).

Dalam penelitian yang dilakukannya bersama tim kedokteran kerja FKUI, cuti hamil selama enam bulan sangat efektif dalam meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

-
Peneliti laktasi dari program studi kedokteran kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr dr Ray Wagiu Basrowi, MKK. (Indozone/Razdkanya Ramadhanty)

Selain itu, mampu mengoptimalkan status kesehatan ibu dan bayi, mempertahankan produktivitas pekerja, dan berdampak positif bagi ketahanan keluarga.

"Pekerja perempuan yang baru masuk kerja setelah enam bulan dan berhasil memberikan ASI eksklusif selama enam bulan, itu tingkat produktivitasnya delapan kali lebih baik," ujar dr Ray.

Baca Juga: Lewat RUU KIA, DPR Inisiasi Cuti 40 Hari bagi Suami yang Istrinya Melahirkan

"Kalau ibu menyusui harus kembali bekerja di usia bayi dua sampai tiga bulan, risiko kesehatan pada anak meningkat, karena proses laktasinya terganggu. Akibatnya produktivitas tidak maksimal," lanjutnya.

Hasil penelitian dr Ray menunjukkan, para ibu yang proses laktasinya terganggu, dua kali lebih tinggi untuk sering mengajukan absen dari pabrik maupun kantor. Hal ini lantaran bayi atau anak lebih rentan sakit, sehingga ibu terpaksa menemani.  

"Artinya cuti tiga bulan tidak membuat perusahaan lebih untung. Perusahaan harusnya melihat ini (cuti melahirkan 6 bulan), sebagai investasi bukan cost (pengeluaran bertambah)," tegasnya. 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X