Varian Delta dari COVID-19 yang sangat menular dan menyebar ke lebih dari 96 negara, sekarang mungkin telah dominan di AS, menurut sebuah perusahaan pengujian swasta yang bermitra dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan atau CDC. Seorang ilmuwan senior di Helix, Alexandre Bolze melalui Twitter berkata pada hari Selasa, jumlah orang Amerika yang baru terinfeksi dengan varian Alpha, yang sebelumnya adalah strain dominan, alami penurunan pada 25 Juni.
Sedangkan, jumlah orang yang terinfeksi varian Delta dilaporkan meningkat. Helix didukung oleh CDC untuk membantu melacak munculnya varian COVID-19 terbaru, dan mempunyai dana dari National Institutes of Health (NIH) untuk memproses hingga 100 ribu tes harian di sebagian besar negara bagian Amerika. Ini menjadi salah satu dari beberapa tes sekuensing laboratorium di AS, dan angka Bolze tidak memperhitungkan tes yang diurutkan di tempat lain.
Dia juga mengatakan di Twitter bahwa pada 21 Juni, varian Delta yang pertama kali diidentifikasi di India, dan varian Gamma yang pertama diidentifikasi di Brazil, telah menjadi lebih umum di AS jika dibandingkan dengan varian Alpha. Tetapi, Delta meningkat pada tingkat yang lebih cepat daripada Gamma di sebagian besar negara bagian.
Di sisi lain, data dari Global Initiative on Sharing Avian Influenca Data (GISAID), database sekuensing pusat dunia, mendukung hal ini, dan menunjukkan bahwa sepanjang Juni, proporsi sekuens dengan varian Delta mengalami peningkatan pada tingkat yang lebih tinggi daripada Gamma di AS.
Hanya saja, temuan ini belum secara resmi didukung oleh CDC. Di sisi lain, Dr. Rochelle Walensky selaku Direktur CDC telah memperkirakan pada 19 Juni bahwa varian Delta akan menjadi strain utama di AS dalam beberapa bulan. WHO juga berkata dalam sebuah laporan yang dirilis pada Rabu bahwa itu akan diharapkan Delta varian cepat outcompete lain di seluruh dunia.
