Sidang Putusan Kasus Minyak Goreng, Hakim: Kerugian Perekonomian Negara Tidak Terbukti

- Kamis, 5 Januari 2023 | 09:36 WIB
Minyak goreng sempat menjadi barang langka di Indonesia (ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI)
Minyak goreng sempat menjadi barang langka di Indonesia (ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI)

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan tidak terpenuhinya unsur kerugian perekonomian negara dalam perkara ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng tahun 2021-2022.

Sebelumnya, kerugian negara menjadi salah satu fokus utama dakwaan tim jaksa penuntut umum (JPU) yang disangkakan kepada pelaku usaha. Menurut jaksa, kerugian negara tersebut menyebabkan pemerintah menggelontorkan dana untuk bantuan langsung tunai (BLT) imbas kenaikan harga minyak goreng

"Setelah hakim meneliti ahli perhitungan perekonomian negara ternyata masih bersifat asumsi belum real atau nyata,” kata hakim saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat,  Rabu (4/1/2023).

Kuasa hukum terdakwa bos PT Wilmar Group Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang menyoroti putusan majelis hakim. Khususnya, soal tidak adanya unsur kerugian negara dalam perkara yang menjerat kliennya.

Jika menilik pertimbangan putusan hakim, kata Juniver, disebutkan bahwa kelangkaan minyak goreng bukan karena perbuatan pengusaha. Namun, kelangkaan disebabkan kebijakan pemerintah yang melawan pasar dengan menetapkan harga eceran tertinggi (HET). 

"Hakim sudah menyebutkan bahwa tidak ada kerugian negara. Kelangkaan minyak goreng terjadi sebagai akibat kebijakan pemerintah yang berubah-ubah. Pelaku usaha dipaksa menjual produknya di bawah harga produksi hal itu membuat pengusaha rugi," kata Juniver. 

Pada persidangan yang digelar pada 6 Desember 2022, ahli dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Rimawan Pradiptyo mengatakan bahwa ia menggunakan metode Input-Output dalam penghitungan kerugian negara lantaran data yang terbatas. 

Dia juga mengakui tidak melakukan penghitungan terkait pemasukan negara yang didapat dari ekspor yang sudah dilakukan para terdakwa.

"Di dalam analisis, itu tidak saya perhitungkan, karena dilihat shortage nya," kata Rimawan. 

Baca Juga: Blusukan di Riau, Presiden Jokowi Akui Erick Thohir Jadi Menteri Andalannya

Saat itu, dia juga menjelaskan bahwa analisanya berfokus pada dampak dari yang dilakukan para terdakwa terhadap krisis minyak goreng atau shortage yang terjadi di dalam negeri. Sehingga, pemasukan negara yang didapat dari ekspor yang dilakukan seperti pajak dan bea cukai, tidak dipertimbangkan dalam penghitungan kerugian negara. 

Kendati demikian, Rimawan menilai ekspor yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut juga telah memberikan manfaat kepada negara. Apabila ia diberikan data-data terkait manfaat yang didapat negara dari ekspor tersebut, dia mengaku bisa melakukan penghitungan lebih komprehensif. 

Rimawan menyebut jika manfaat yang berupa pemasukan untuk negara ikut dipertimbangkan, maka nilai kerugian negara yang tercantum dalam tuntutan para terdakwa bisa berkurang. "Kalau itu (variabel manfaat) dimasukkan, maka angka kerugiannya akan turun lagi,” kata Rimawan.

Baca Juga: Bantuan Kartu Prakerja Naik Jadi Rp4,2 Juta, Bisa Bantu Bikin Usaha

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X