Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% kepada sektor jasa pendidikan termasuk di antaranya sekolah. Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah untuk berpikir jernih atas wacana itu.
"Sedangkan negara wajib mengalokasikan 20 persen anggaran belanja negara untuk pendidikan menurut konstitusi," ujar dia di Jakarta, Jumat (11/6/2021).
Politikus PKS itu mengaku heran mengapa wacana tersebut bisa muncul. Padahal katanya, menurut Pasal 31 UUD 1945, pendidikan merupakan tanggung jawab negara.
"Jadi tugas negara membiayai pendidikan rakyat, bukan sebaliknya rakyat membiayai pendidikan dan dipajaki pula," tukasnya.
Fikri juga mengutip Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi, mandat bagi Pemerintah Indonesia untuk mengalokasikan sebesar 20% belanja negara untuk pendidikan.
"Kalau kemudian dipajakin 12 persen, nilainya menjadi berkurang lagi, ini sama saja akal-akalan," tegas Fikri.
Untuk itu, ia mengingatkan bahwa wacana ini merupakan pelanggaran konstitusi dan memiliki konsekuensi serius. Ia menilai, wacana ini telah mencederai cita-cita pendiri bangsa, yang tertulis jelas dalam preambule UUD 1945, yakni tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah harusnya berpikir jernih dan lurus atas wacana ini.
"Harusnya pendidikan diposisikan sebagai investasi bagi bangsa ini, bukan dihitung sebagai sektor komersial yang pantas dikenakan pajak," tandasnya.