Pengamat Pendidikan: Kurikulum Indonesia Terlalu Berat dan Kaku

- Kamis, 16 Januari 2020 | 15:53 WIB
Para siswa SMK Negeri 2 Serang mengikuti UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) di Serang, Senin (2/4/2018). (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)
Para siswa SMK Negeri 2 Serang mengikuti UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) di Serang, Senin (2/4/2018). (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Kurikulum yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI mewajibkan siswa SMP belajar 14 mata pelajaran. Sedangkan di SMA sebanyak 15-16 mata pelajaran.

Kurikulum pendidikan di Indonesia ini dinilai terlalu berat dan kaku, sehingga pola pengembangannya cukup sulit menghasilkan sesuatu yang baik. Hal ini diungkapkan oleh pengamat pendidikan Muhammad Ramli Rahim sekaligus Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia periode 2016-2021.

"Jumlah mata pelajaran terlalu banyak. SMA 16 mata pelajaran, SMP 14 mata pelajaran, yang wajib 11. Ini terlalu berat buat siswa, dan gurunya pun tidak efektif," kata Ramli saat dihubungi Indozone, Kamis (16/1/2020).

Menurut Ramli, kurikulum pendidikan yang terlalu berat ini arahnya tidak jelas. Pendekatan yang dilakukan pemerintah pun dinilai semakin tidak jelas. Karena itu, ia meminta agar kurikulum diubah menjadi lebih fleksibel.

-
Ilustrasi siswa SMA. (ANTARA/Mohamad Hamzah)

 

"Karena tingkat perubahaan zaman terlalu cepat. Kalau dulu puluhan tahun atau ratusan tahun baru berubah, sekarang lima sampai 10 tahun saja berubah signifikan. Kalau begitu-begitu saja ya tidak bisa," ujar Ramli.

Kurikulum fleksibel yang dimaksud Ramli adalah dengan mengurangi mata pelajaran. Menurutnya, SMP cukup lima mata pelajaran, SMA enam mata pelajaran dan tidak ada penjurusan IPA dan IPS lagi. Kemudian selebihnya adalah ekstrakurikuler atau mata pelajaran pilihan.

"SMK tidak perlu tiga sampai empat tahun belajar, tapi fokus pada skill, sehingga apabila dalam dua tahun mahir harusnya sudah tamat. Kenapa? Karena namanya SMK, Sekolah Menengah Kejuruan," kata pria kelahiran Maros ini.

Kurikulum yang terlalu berat itu membuat Ramli mempertanyakan modal yang akan dimiliki siswa setelah lulus sekolah. Pada anak Sekolah Dasar misalnya, modal bahasa Inggris, bahasa darah, dan perilaku tidak begitu baik.

"Problem solving mereka rendah, tamat SMP kalau ada 1 persen yang bisa bahasa Inggris dengan baik itu sudah sangat baik. Matematika rendah, literasi rendah, hampir semua proses pendidikan kita gagal," pungkas Ramli.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X