Wamenkumham Tepis Tudingan Pasal 100 di KUHP Disiapkan untuk Ferdy Sambo

- Kamis, 16 Februari 2023 | 10:37 WIB
Ferdy Sambo (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Ferdy Sambo (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej angkat bicara soal adanya tudingan bahwa Pasal 100 di KUHP yang baru sengaja disiapkan untuk mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Diketahui, suami Putri Candrawathi tersebut divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Edward Omar yang karib disapa Eddy tak mau ambil pusing menanggapi tudingan tersebut. Menurutnya, prasangka buruk itu urusan pribadi masing-masing pihak.

"Ya orang berasumsi, orang berprasangka buruk silakan saja, itu urusan mereka sendiri," kata Eddy dalam keterangannya, dikutip Kamis (16/2/2023).

Adapun pasal 100 KUHP yang baru menjelaskan, hakim bisa menjatuhkan vonis mati dengan masa percobaan 10 tahun. Namun, jika dalam 10 tahun terpidana mati berkelakuan baik dan menyesali perbuatannya, maka vonis mati diganti dengan penjara seumur hidup.

KUHP baru ini akan berlaku 3 tahun sejak disahkan. Dengan demikian KUHP tersebut baru bisa diterapkan pada 2026. Kendati demikian, Eddy menjelaskan isi yang termaktub dalam Pasal 100 KUHP tersebut sudah dibahas jauh sebelum Ferdy Sambo terlibat dalam kasus pembunuhan Yosua. 

"Sebentulnya pertimbangan mengenai masa percobaan 10 tahun muncul lebih dari 10 tahun lalu, itu ada dalam pertimbangan MK, pada 2006 kalau tidak salah, pasal soal pidana mati diuji, pada saat itu putusan MK, 4 banding 5, jadi 5 (hakim MK) setuju untuk tetap mempertahankan pidana mati, yang 4 (hakim MK lainnya) tidak setuju, ingin pidana mati dihapuskan," jelas Eddy.

Baca Juga: Bripda HS, Anggota Densus 88 yang Bunuh Sopir Taksi Online Bakal Hadir saat Rekonstruksi

Menurut Eddy, adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat darihakim MK, maka mengenai pidana mati memerlukan masa percobaan selama 10 tahun. Jika dalam 10 tahun masa pidana ternyata terpidana mati justru berkelakuan baik, maka akan diubah menjadi pidana seumur hidup.

"Kalau sudah berkelakuan baik, maka bisa diubah dari pidana mati menjadi pidana seumur hidup, atau pidana sementara waktu. Dan ini sesuai dengan visi KUHP Nasional yang disahkan pada 6 Desember (2022) yang kemudian diundangkan pada 2 Januari (2023) dengan UU Nomor 1 tahun 2023," ungkapnya. 

Lebih lanjut Eddy menjelaskan, salah satu visi KUHP Nasional adalah reintegrasi sosial. Dia menyebut, visi ini memberikan kesempatan kepada pelaku kejahatan untuk memperbaiki diri dan tak mengulangi perbuatannya.

Baca Juga: Polri Bakal Negosiasi dengan KKB, DPR Ingatkan NKRI Harga Mati

"Reintegrasi sosial itu setiap orang yang melakukan kejahatan pasti ada kesempatan kedua bagi dia untuk memeprbaiki diri, untuk tidak lagi mengulangi, jadi diharapkan ketika dia dijatuhi sanksi sembari mendapatkan pembinaan dari teman-teman di pemasyarakatan, dia akan menjadi baik, dia akan bisa diterima masyarakat, dia tidak akan mengulanginya dan bisa bermanfaat bagi masyarakat," tuturnya. 

Oleh karena itu, Eddy membantah jika Pasal 100 KUHP sengaja dibuat untuk melindungi Ferdy Sambo dari hukuman mati. Menurutnya, Pasal 100 KUHP ini merupakan solusi bagi mereka yang pro dan kontra terhadap pidana mati.

"Saya ingin menegaskan bahwa kontruksi pasal 100 itu bukan tiba-tiba turun dari langit, tapi sudah 10 tahun lalu, dan ini sebagai jalan tengah, ini adalah cara Indonesia untuk mencari win win solution antara paham yang ingin tetap ada pidana mati dengan paham yang tak ingin ada pidana mati," pungkasnya. 

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X