Sri Mulyani Mulai Lirik Pajak Ekonomi Digital Untuk Genjot Penerimaan

- Kamis, 31 Oktober 2019 | 14:09 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah), Menteri PPN/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kanan) dan Kepala Staf Presiden Moeldoko (kiri) bersiap mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/10). (Antara/Wahyu Putro A)
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah), Menteri PPN/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kanan) dan Kepala Staf Presiden Moeldoko (kiri) bersiap mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/10). (Antara/Wahyu Putro A)

Pemerintah mulai serius mengejar pendapatan pajak dari sumber-sumber potensial ekonomi digital. Bukti keseriusan itu ditunjukkan melalui penyusunan regulasi pajak digital yang saat ini tengah menjadi fokus pemerintah. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kendala saat ini salah satunya adalah belum adanya suatu regulasi yang bisa menjadi payung hukum untuk memungut pajak dari layanan digital yang tidak memiliki badan usaha yang berkedudukan di Indonesia seperti Netflix dan lainnya. 

"Prioritas kita bisa menyampaikan legislasi dari peraturan perpajakan," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (31/10). 

Sri Mulyani melanjutkan, aturan perpajakan yang disusun untuk ekonomi digital mengadopsi aturan-aturan sejenis yang sudah diberlakukan di negara lain. 

"Sesuai dengan global tax, bagaimana kita menciptakan lingkungan policy perpajakan untuk bisa update dengan digital economy disini," tuturnya. 

Sementara itu, dalam kesempatan terpisah Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendry Saparini justru berpendapat, pemerintah sebaiknya mengoptimalkan pendapatan pajak individual serta pajak korporasi yang notabene adalah pajak langsung ketimbang PPn yang berupa pajak tidak langsung. 

"Kita belum mampu untuk mendulang potensi pajak dari (pajak) individu-individu, nah ini satu PR besar. Selanjutnya dari korporasi ini yang terbesar selama ini adalah dari manufaktur. Sekitar 30 persen dari pajak korporasi," ujar Hendry saat dikonfirmasi, Kamis (31/10). 

Pemerintah, kata Hendry, harus memiliki visi untuk mendorong pertumbuhan manufaktur menjadi lebih maju dan menghasilkan pajak yang baik. 

"Selama ini justru penerimaannya sudah ditetapkan tinggi sekali, dan akan mencari-cari yang bisa untuk menambal penerimaan. Ini yang kita sangat sayangkan karena akhirnya yang kita kejar justru pajak-pajak tidak langsung seperti PPn dan sebagainya. Sementara yang semestinya pajak langsung yaitu PPh, yaitu dari pajak individu plus pajak korporasi yang selama ini paling besar porsinya," pungkasnya. 

Sebagaimana diketahui, hingga September 2019 kemarin, angka penerimaan pajak negara masih berada di bawah target, bahkan Kemenkeu sempat menyatakan bahwa defisit anggaran bakal melebar 2 persen - 2,2 persen.

Artikel Menarik Lainnya

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X