Narada Terancam Gagal Bayar Penempatan Investasi, Ini Kata Pengamat

- Kamis, 14 November 2019 | 18:37 WIB
Ilustrasi - Saham-saham protfolio Narada Asset Management (NAM) mengalami penurunan dan anjlok hingga angka 25 persen dalam kurun waktu tuga tiga hari berturut-turut (Pixabay).
Ilustrasi - Saham-saham protfolio Narada Asset Management (NAM) mengalami penurunan dan anjlok hingga angka 25 persen dalam kurun waktu tuga tiga hari berturut-turut (Pixabay).

Saham-saham protfolio Narada Asset Management (NAM) mengalami penurunan dan anjlok hingga angka 25 persen selama tiga hari berturut-turut. Penyebab turunya saham-saham itu lantaran kegagalan membayar bayar fasilitas margin di beberapa perusahaan sekuritas seperti Kiwoom Sekuritas, Samuel Sekuritas, KGI, Mega Capital dan beberapa perusahaan lainnya senilai Rp150 milyar. 

Saham-saham NAM yang turun mencakup PT Terregra Asia Energy Tbk (TGRA) yang mengalami penurunan dari Rp850 per lembar menjadi Rp314 per lembar, PT Dafam Property Indonesia Tbk (DFAM) turun dari Rp1,100 per lembar menjadi Rp466 per lembar, PT Forzaland Indonesia Tbl (FORZ) turun dari Rp900 per lembar menjadi Rp298 per lembar, PT Borneo Olah Sarana Tbk (BOSS) turun dari Rp500 per lembar menjadi Rp179.

Peneliti INDEF, Abdul Manaf Pulungan, menilai anjloknya saham NAM hingga potensi kegagalan membayar penempatan dana nasabah, disebabkan faktor internal asset management perusahaan itu sendiri.

"Biasanya dari sisi internal perusahaan karena perusahaan asset itu biasanya mereka menghimpun dana dari domestik dan mereka menjanjikan return yang sangat tinggi bagi investor," ungkap Abdul kepada wartawan, Kamis (14/11).

-
Grafik penurunan saham-saham protfolio Narada Asset Management (Istimewa).

Abdul menjelaskan, ketika perusahaan asset management itu menetapkan yield yang tinggi, mereka harus melepaskan  instrumen yang tinggi ke investasi-investasi yang kurang secure.

"Misalnya, ratingnya katakan di bawah peluang untuk default sangat tinggi. Jadi karena ada desakan return yang harus dikasih pemilik dana jadi gak secure," ungkap Abdul. 

Dengan janji mengembalikan return yang tinggi, kata Abdul, para perusahaaan tersebut juga terbiasa untuk membuat profil sebaik mungkin. Namun, tidak memikirkan resiko ke depanya. 

"Biasanya perusahaan (asset management) yang baru cari berkembang biasa cari muka dulu. Mereka yang terpenting populer dulu tanpa memikirkan risiko ke depan. Nah ini yang tidak diawasi oleh otoritas karena dia profilnya di awal-awal bagus, tetapi keterbukaan risikonya tinggi," beber Abdul. 

Dengan kondisi demikian, Abdul menyarankan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertindak tegas kepada perusahaan asset management NAM yang berpotensi gagal membayar penempatan dana nasabah. 

Saat ini OJK telah me-suspend transaksi dari NAM. Dengan begitu, NAM hanya boleh menerima pinjaman uang yang sifatnya penyelesaiannya untuk transaksi broker. 

"Kalau tidak ditindak tegas seperti itu akan berdampak secara sistemik karena satu perusahaan mempunyai hubungan dengan perusahaan lain, dan perusahaan itu juga mempunyai hubungan bank. Jadi berdampak dan mengancam sistem keuangan," pungkas Abdul.

Artikel Menarik Lainnya

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X