Pasal 218 Untuk Lindungi Kehormatan Kepala Negara dari Hinaan WNA

- Selasa, 24 September 2019 | 12:31 WIB
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Teuku Taufiqulhadi selaku Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengatakan bahwa pasal 218 RUU, dibuat untuk melindungi kehormatan kepala negara dari hinaan warga negara asing (WNA).

"Itu untuk melindungi Kepala Negara kita yang mungkin dihina. Siapa yang menghina? Kalau datang wartawan asing ke Indonesia lantas dia menghina Kepala Negara kita. Atau datang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing ke Indonesia yang menghina Kepala Negara kita," ujar Taufiqulhadi.

Selain itu, RKHUP juga penting dibuat untuk melindungi kehormatan Kepala Negara lain oleh pihak asing yang berkunjung ke wilayah teritorial Indonesia.

"RKUHP juga untuk mempidana wartawan asing yang datang ke Indonesia dan menghina Kepala Negara Asing di tanah dan teritorial Indonesia," ujarnya.

-
ANTARA/ Abdu Faisal

 

Taufiqulhadi membantah jika pasal tersebut dibuat untuk mencederai demokrasi sehingga membuat situasi yang sudah kondusif pascareformasi yang menjadi tidak demokratis lagi.

"Pasal itu kami buat dalam konteks jangan sampai Kepala Negara dihina orang-orang yang tidak kita kehendaki," jelasnya.

Dalam pasal 218 RKHUP dijelaskan bahwa orang yang menyerang  kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wapres di muka umum akan dipidana dengan pidana paling lama tiga tahun, enam bulan, atau pidana denda paling banyak kategori IV.

-
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

 

Namun, terminologi penghinaan ini dikatakan tidak jelas karena dapat ditafsirkan sembarang. Tapi, Taufiqulhadi mengatakan bahwa pascareformasi ada hak untuk mengajukan kritik, maka perlu diatur tentang kewajibannya sehingga tidak menjurus kepada kritik yang bersifat personal dan tidak faktual.

"Kritik silakan, tapi jangan menghina. Kalau menghina itu personal dan bukan faktual," ungkapnya.

Taufiqulhadi mencontohkan bentuk penghinaannya seperti menyamakan muka orang tersebut dengan muka binatang. Tapi kalau mengatakan bahwa pemerintah gagal dalam membangun Indonesia, itu adalah sebuah kritik.

-
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

 

Menurutnya, kritik adalah sesuatu yang dibolehkan dan harus dihidupkan dalam konteks berbangsa dan bernegara. Namun jika menghina personal, itu yang ingin dilarang dalam Pasal RKUHP itu.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X