Kita semua pasti sudah familiar dengan garam apalagi kita tahu Pualau Madura penghasil Garam terbesar di Indonesia. Tapi kamu tahu enggak jika petani garam di Madura punya tradisi lho!
Nah, para petani garam di Sumenep, Jawa Timur punya tradisi syukuran yang dilakukan 3 kali dalam setahun menjelang musim kemarau yang dikenal dengan Tradisi Nyadar.
Para petani tersebut merupakan warga Desa Pinggir Papas dan Desa Kebundadap. Tradisi ini adalah tradisi wajib tahunannya warga di desa itu dengan melakukan ziarah ke makam sesepuh petani garam dengan menggunakan perahu melintasi sungai saroka menuju lokasi makam yang berada di Desa Kebundadap, Kecamatan Saronggi, Sumenep, Jawa Timur.
Baca juga: Tradisi Kue Kering Saat Lebaran yang Ternyata Warisan Kolonial Belanda
Tradisi yang telah dilakukan secara turun temurun ini sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, atas adanya garam yang ditemukan oleh Syeh Angga Suto yang kini menjadi mata pencaharian untuk sumber kehidupan sehari-hari warga di desanya masing-masing yang sudah dikenal sebagai pusat produksi garam di Sumenep.
Syeh Angga Suto sendiri merupakan seorang Wali Allah yang dipercaya oleh masyarakat sebagai orang pertama kali yang menemukan garam di Sumenep.
Tradisi ini dilakukan sejak pagi hari dengan melakukan beberapa kegiatan, seperti mengumpulkan kembang ziarah kubur yang dibungkus daun pisang oleh ibu-ibu perwakilan syeh Angga Suto yang telah dibawa oleh ratusan warga desa untuk diletakkan di atas makam.
Kegiatan selanjutnya para pemangku adat duduk bersila di depan pintu kecil makam berukuran kurang lebih 1.5 meter, dengan tinggi di bawah 2 meter.
Kemudian membuka pintu dan masuk bersama ke dalam area makam untuk nyekar dan melakukan doa bersama. Uniknya, ratusan warga petani garam ini saling berdesakan berebut masuk lebih awal ke area makam yang diyakini jika masuk lebih awal dan segera memanjatkan doa di depan makam leluhurnya, doanya akan terijabah.
Nah, usai nyeker ziarah ke makam. Warga langsung diberi air minum dan bedak tradisional madura untuk di oleskan di beberapa bagian tubuhnya seperti bagian, leher, hingga Lengan.
Itulah mitos yang diyakini masyarakat. Di mana masyarakat percaya akan dimudahkan jodohnya, menolak bala, dijauhkan dari penyakit, hingga dipermudah segala urusannya.
Setelah itu para perwakilan tokoh adat membakar kemenyan atau dupa di tengah-tengah warga dan dilanjutkan dengan membaca doa bersama-sama.
Usai doa, tokoh adat membuka tudung saji berwarna merah berisi nasi dan lauk pauk yang telah dibawa masing-masing warga sebagai tanda untuk memulai makan bersama yang tak jauh dari areal makam.
Baca juga: Tradisi Berburu Baju Lebaran di Tanah Abang Tak Tergerus Zaman