Ilustrasi fotografi. (Dok. AI)
INDOZONE.ID - Fotografi merupakan salah satu teknologi yang terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Teknologi yang mampu merekam gambar secara akurat ini merupakan salah satu teknologi yang mengalami perkembangan sangat pesat bila dibandingkan dengan teknologi serupa lainnya.
Perkembangan tersebut dapat ditinjau dari dua hal, pertama perkembangan teknologi fotografi itu sendiri. Kedua, perkembangan dari nilai guna, manfaat dan tujuan. Hal tersebut sejalan seperti yang dikemukakan oleh Soedjono (2007:27) yang menyatakan bahwa fotografi dapat berguna atau dapat dimanfaatkan untuk memenuhi tujuan dan fungsi tertentu.
Fotografi yang muncul pada pertengahan abad ke-19 merupakan teknologi yang didedikasikan untuk membantu manusia merekam gambar secara realis. Fotografi pada era tersebut juga dipandang sebagai inovasi teknologi yang revolusioner, karena prosesnya dalam merekam gambar dianggap lebih cepat bila dibandingkan dengan menggambar realis secara manual diatas kertas atau kanvas.
Melalui kecepatan yang ditawarkannya tersebut, kehadiran fotografi mampu menarik perhatian seniman. Namun, disatu sisi kehadiran fotografi juga dipandang sebagai “ancaman” oleh sebagian seniman. Bahkan, menyikapi hal tersebut Seniman Lukis Perancis, De la Roche, seperti dikutip Soedjono (2007:4) mengatakan bahwa karya lukis berangsur akan mati.
Hal tersebut disebabkan karena masyarakat barat pada waktu itu tertarik pada fotografi dan mulai beralih menggunakannya sebagai media untuk mengabadikan citra diri mereka. Sehingga, trend baru tersebut berakibat pada hilangnya pendapatan para seniman.
Mengingat banyak dari para seniman pada waktu beraliran realis dan menerima jasa melukis seseorang yang dilakukan di studio-studio lukis. Selain itu, kehadiran fotografi juga memicu perdebatan di antara seniman, fotografi pada waktu itu dianggap terlalu mekanistis dan kurang dapat menunjukkan nilai ekspresif (Soedjono, 2007:4) Lepas dari perdebatan tersebut fotografi merupakan penemuan inovasi teknologi media seni visual yang kehadirannya mampu mempengaruhi kehidupan manusia (Berger, 1980:291).
Pada masa awal perkembangannya, kamera foto berukuran sangat besar. Sehingga, memerlukan beberapa tenaga manusia untuk dapat menggunakan dan memindahkan kamera tersebut. Hal ini tentunya sangat merepotkan dan tidak praktis. Selain itu, penguasaan teknis dalam menggunakan kamera foto juga menjadi tantangan tersendiri.
Kondisi tersebut tentunya menutup kemungkinan bagi individu untuk dapat memiliki dan mengoperasikan kamera foto secara mandiri. Oleh sebab itu, secara eksklusif kepemilikan kamera hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja. Masyarakat masih memiliki ketergantungan terhadap seniman atau fotografer jika ingin mengabadikan diri mereka melalui fotografi.
Perkembangan selanjutnya, fotografi menjadi alat yang sangat kompak dan simpel dalam pengoperasiannya. Momentum perkembangan ini tidak lepas dari peran George Eastman yang membuat fotografi menjadi lebih mudah dilakukan, sekaligus membuka akses bagi setiap orang untuk bisa menciptakan karya fotonya sendiri.
Pada era ini masyarakat di Amerika tidak perlu lagi pergi ke studio secara khusus atau menggunakan jasa fotografer untuk mengabadikan acara mereka. Tetapi mereka dapat melakukannya sendiri dengan menggunakan kamera Kodak yang berhasil dikembangkan oleh George Eastman. Hampir seluruh keluarga di Amerika pada waktu itu rata-rata memiliki kamera. Bahkan, George Eastman juga menawarkan inovasi kamera Kodak Brownie yang dapat digunakan oleh anak-anak (Biography.com).
Seiring dengan kondisi tersebut fotografi terus berkembang dan menjadi semakin popular. Semenjak saat itu manusia mulai hidup berdampingan dalam peradaban kamera. Kemudahan menggunakan kamera foto menyebabkan manusia memiliki ketergantungan dalam merekam dan direkam melalui kamera. Setiap manusia dalam lingkungan yang lebih luas melalui fotografi melakukan hal yang sama yaitu memotret dan dipotret.
Praktek penggunaan kamera foto dalam kehidupan sehari-hari dapat dengan mudah ditemui dari berbagai macam bentuk jejak dokumen fotografi, diantaranya adalah foto-foto portrait yang berada di dinding rumah maupun album foto keluarga yang lazim ditemui di lingkungan rumah tangga. Pada tahapan ini fotografi telah mengalami pergeseran fungsi.
Fotografi yang bermula sebagai teknologi untuk membantu seniman dalam menciptakan satu karya seni, telah beralih fungsi menjadi satu teknologi yang diadopsi untuk keperluan rumah tangga. Fotografi pada level ini dimanfaatkan sebagai alat untuk merekam kenangan dan sebagai pengingat tentang berbagai kegiatan atau acara yang pernah terjadi di lingkungan rumah tangga.
Kehadiran fotografi telah membentuk satu budaya baru yang terjadi dilingkungan keluarga. Setiap anggota keluarga selalu memiliki keinginan untuk memiliki satu foto yang tampak baik dan menarik menurut ukuran dirinya sendiri. Selain itu, diantara anggota keluarga tersebut juga ada yang berkeinginan untuk berfoto bersama dengan orang tua, anak maupun saudaranya.
Aktivitas tersebut secara tidak langsung telah menunjukkan bahwa kehadiran fotografi telah dimanfaatkan sebagai satu media yang dipergunakan untuk mempererat hubungan antara anggota keluarga. Pengorganisasian foto diantara anggota keluarga dengan sengaja diatur dan dilakukan sedemikian rupa demi men “capture” satu kenangan yang ingin disimpan dalam bentuk visual fotografi. Kenangan dalam bentuk fotografi tersebut dapat dinikmati dan ingatan akan muncul kembali pada saat melihat foto kenangan tersebut.
Praktek fotografi yang demikian tentunya tidak terjadi pada level keluarga saja. Tetapi, hal tersebut juga terjadi pada hubungan sosial yang terjadi diantara manusia, baik secara personal maupun relasi sosial didalam kelompok.
Melihat ini maka tampaknya ketergantungan manusia terhadap fotografi semakin meluas. Terutama hal ini terjadi semenjak manusia sadar bahwa fotografi dapat dipergunakan sebagai media komunikasi dan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi khalayak luas. Contoh yang paling relevan untuk menggambarkan kondisi ini adalah praktek fotografi yang digunakan sebagai medium komunikasi di kalangan anak muda.
Fotografi digunakan oleh mereka sebagai bagian dari percakapan yang bermuatan pesan tertentu dan sebagai bentuk konfirmasi atas ikatan sosial diantara mereka. Praktek ini tampak pada berbagai foto diri yang banyak dibagikan secara terbuka pada ranah publik dengan tujuan untuk menyampaikan pesan tertentu kepada orang yang memiliki preferensi sama dengan dirinya.
Membagikan foto di ranah publik melalui berbagai macam media baru menjadi budaya baru yang banyak dilakukan oleh masyarakat saat ini. Mengorganisasikan foto ke dalam album foto bukan lagi perilaku yang menyenangkan dan banyak dilakukan oleh orang saat ini. Tindakan tersebut dianggap sebagai satu kebiasaan lama dan kuno. Bahkan, fokus untuk mendokumentasikan aktivitas bersama keluarga bukan lagi hal yang utama, masyarakat yang didominasi oleh kaum muda saat ini lebih menyukai membagikan foto-foto diri yang digunakan sebagai medium membentuk citra dan identitas.
Maraknya penggunaan fotografi sebagai medium visual komunikasi ini semakin meningkat ketika teknologi fotografi mengalami peralihan dari teknologi analog ke teknologi digital. Konvergensi media dari analog ke digital ini mengubah kebiasaan manusia dalam menggunakan kamera.
Perubahan itu terjadi karena teknologi digital menawarkan kemudahan dalam pengambilan gambar serta tidak memerlukan proses yang panjang seperti pada teknologi analog. Kemudahan lainnya, foto digital memungkinkan di edit sedemikian rupa dengan menggunakan software yang terdapat di komputer. Teknologi digital juga memberikan kesempatan foto untuk dikompresi sehingga bisa disesuaikan dengan berbagai saluran yang ada.
Meskipun demikian, kemudahan penggunaan kamera fotografi yang ditawarkan dalam teknologi digital justru telah menyebabkan fotografi mengalami pergeseran nilai dan konsep. Teknologi analog fotografi pada masa awal merupakan alat yang murni digunakan untuk mengabadikan dan menciptakan gambar fotografis yang memiliki muatan nilai estetis. Namun, dengan digitalisasi fotografi saat ini tidak lagi menjadi satu teknologi yang berdiri sendiri tetapi berubah fungsi menjadi pelengkap fitur yang disematkan pada gawai pintar. Sehingga, dengan demikian kemandirian fotografi sebagai suatu teknologi yang memerlukan keterampilan dan penguasaan teknis dalam mengoperasikannya menjadi luntur.
Aktivitas memotret tidak lagi menjadi sesuatu yang istimewa, karena kini siapa pun yang menggenggam gawai pintar merasa telah menjadi fotografer. Selain itu, hasil foto dari penggunaan kamera pada gawai pintar juga tidak memiliki nilai keabadian, setiap foto yang dihasilkan maka dapat dengan sekejap pula dibuang.
Perubahan fotografi dari teknologi berfungsi tunggal menjadi teknologi multifungsi yang dikemas dalam satu teknologi mobile tentunya tidak bisa hanya sekedar dilihat sebagai suatu peralihan teknologi lama ke teknologi baru. Budaya baru akibat dari digitalisasi fotografi tersebut muncul ditengah masyarakat, diantaranya adalah trend memotret diri atau biasa disebut dengan selfi, memotret makanan sebelum disantap dan memotret kegiatan atau peristiwa apa pun yang ditemui. Berbagai hasil foto tersebut kemudian diposting melalui akun media sosial, untuk kemudian menunggu respon berupa loves, likes maupun pujian dari kolom komentar.
Menurut Dicjk (2008:62-63) trend yang terjadi tersebut merupakan akibat dari kecenderungan manusia saat ini untuk menggabungkan beberapa hal seperti fotografi, pengalaman dan komunikasi sehari-hari. Selanjutnya, Dicjk menjelaskan penggabungan dari ketiga aspek tersebut merupakan bagian penting dari transformasi budaya yang terjadi secara luas yang melibatkan sisi individu dan sisi pengalaman manusia. Melalui fotografi digital, manusia tidak saja mengambil perannya sebagai makhluk sosial dengan mendokumentasikan kehidupan dan menyimpan foto tersebut, tetapi juga berperan ganda sebagai produsen sekaligus konsumen budaya.
Profil Penulis
Nama Lengkap:
Dr. Ignasius Liliek Senaharjanta, S.Sn, M.Ikom.
Title/Jabatan:
Dosen Ilmu Komunikasi, Universitas Ciputra
Email Penulis:
[email protected]
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Amatan Penulis