Sudah Rajin Komunikasi Tapi Masih Alami Cabin Fever, Ini Alasannya

- Senin, 27 April 2020 | 20:59 WIB
Ilustrasi wanita mengalami cabin fever. (Pexels/Andrea Piacquadio)
Ilustrasi wanita mengalami cabin fever. (Pexels/Andrea Piacquadio)

Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya menangani virus corona (Covid-19) telah memaksa sebagian besar masyarakat untuk tinggal di rumah.

Segala aktivitas yang dulunya dilakukan di luar rumah harus terhenti untuk sementara waktu. Kondisi ini bisa mendatangkan masalah psikologis.

Belakangan istilah cabin fever muncul dan ramai diperbincangkan. Cabin fever merupakan suatu kondisi ketika seseorang sudah mulai merasa jenuh dan bosan karena harus terisolasi sendiri seperti sekarang ini. Dalam tahap yang lebih ekstrem, cabin fever membuat seseorang enggan berinteraksi dengan orang lain.

Mungkin ada yang beranggapan cabin fever bisa diatasi melalui komunikasi virtual sehingga tetap terhubung dengan orang lain untuk mencegah kebosanan. Namun nyatanya itu saja tidak cukup. Masih ada hal lain yang harus dilakukan.

"Mengatasi cabin fever tidak sesederhana melakukan komunikasi dengan orang lain. Hal itu memang salah satu jalan keluarnya, tapi kan rasanya beda kalau mengobrol langsung dengan mengobrol lewat video call atau phone call," ujar psikolog klinis dewasa Catharina Sri Indah Gunarti, M.Psi kepada Indozone saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (27/4/2020).

Lebih lanjut psikolog yang akrab disapa Indah itu menjelaskan, cabin fever muncul lantaran ada masalah dalam proses adaptasi. Kondisi seperti sekarang ini yang mengharuskan orang tinggal di rumah saja tentu sangat berbeda dibandingkan dengan dulu saat orang bebas melakukan apa saja di luar rumah.

-
Ilustrasi wanita mengalami cabin fever. (Pexels/Eric Antunes)

 

Dalam proses adaptasi ada empat tahapan. Pertama, fase merasa senang atau bahagia karena ada perubahan situasi. Dalam situasi sekarang, mungkin pada awalnya banyak yang merasa senang karena hanya berada di rumah saja, tidak disibukkan dengan rutinitas lain. Namun rasa senang itu tidak bertahan lama. 

"Setelah berada di masa-masa yang senang, masuk ke tahap berikutnya yaitu tahapan krisis. Di tahap ini muncul perasaan enggak nyaman, rasa bosan, jenuh. Di fase kedua ini, masing-masing orang berbeda menanganinya, ada yang mudah menerima, ada yang susah, cabin fever muncul di tahapan ini," kata Indah.

Fase ketiga adalah recovery atau pemulihan. Mereka yang bisa keluar dari fase krisis mulai melakukan penyesuaian diri untuk menghilangkan rasa bosan. Mulai dari menonton serial, berolahraga, masak, atau kegiatan apapun untuk membuatnya merasa nyaman terlebih dahulu.

Tahap terakhir adalah adjustment. Pada tahap ini, sudah ada strategi-strategi yang harus dilakukan untuk beradaptasi terhadap perubahan. Dalam tahap ini, walaupun merasa bosan, seseorang sudah bisa menerima keadaannya dan mulai bisa beradaptasi. 

"Beberapa orang yang mengalami cabin fever gagal melewati fase kritis dan recovery. Hal ini dikarenakan mereka berpikir, 'ini sebentar lagi berakhir, nanti masih bisa mudik pas Lebaran, pasti bisa pulang kampung'. Ketika mereka tidak bisa melepaskan keinginan-keinginan tersebut, maka akan susah masuk ke fase adjusment," kata Indah.

Oleh karenanya, cara yang bisa dilakukan adalah mulai melakukan aktivitas baru. Hal ini bisa membantu terhindar atau keluar dari yang cabin fever.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Terkini

X