Mayoritas warga Tulungagung berprofesi sebagai petani. Oleh karena itu keberadaan air sangat penting untuk mengairi sawah. Hal itu lah yang memunculkan tradisi bernama Tiban. Tradisi Tiban digelar ketika musim tanam atau saat musim kemarau panjang.
Tiban adalah tradisi saling cambuk yang dilakukan oleh dua orang laki-laki dewasa. Cambuk yang digunakan adalah cambuk yang terbuat dari lidi pohon aren.
Lidi aren dipilih karena konturnya yang enggak kaku seperti lidi dari pohon kelapa. Cambuk ini bisa mengakibatkan sayatan di tubuh saat peserta gagal menangkis maupun gagal menghindar saat cambukan dilancarkan.
Aturan dalam ritual ini cukup sederhana, kedua peserta Tiban dalam kondisi siap, memasuki ring yang disediakan dengan sukarela, kemudian mereka diharuskan melepas baju sebelum memulai ritual.
Setelah memilih cambuk yang sesuai dengan keinginannya, wasit dalam ritual ini akan memberikan aturan bagian tubuh mana saja yang dilarang dicambuk, salah satunya adalah daerah di bawah pinggang.
Baca juga: Tradisi Empat Padduen, Cara 'Mistis' Turun-temurun Agar Hasil Tanam Melimpah
Saat semua sudah siap, satu pemain akan mendapat kesempatan pertama sebagai pencambuk. Sedangkan pemain lainnya dapat kesempatan untuk menangkis. Begitu seterusnya, sampai semua mendapatkan tiga kali kesempatan mencambuk dan menangkis.
Masyarakat meyakini, setelah darah menetes usai pelaksanaan Tiban, maka musim hujan akan datang. Namun kini, Tiban digelar dengan beberapa modifikasi dan penyesuaian aturan yang mengutamakan keselamatan kedua pemain Tiban.
Salah satunya adalah penggunaan helm bagi pemain yang mendapatkan giliran menangkis. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi cambukan pemain lain yang mengarah ke bagian kepala.
Selain itu, panitia juga memberikan batasan bagi pemain yang terlihat sudah lelah agar enggak mengikuti sesi Tiban berikutnya. Sebab, banyak pemain yang kembali maju ke ring untuk beradu cambuk dengan pelaku lain.
Kendati selama beberapa menit mereka saling adu cambuk di atas ring, mereka akan langsung saling memaafkan begitu ritual selesai digelar. Sehingga, enggak terjadi gesekan antar pemain setelah ritual selesai.
Dengan ritual ini, masyarakat percaya musim hujan akan segera datang, apalagi ketika darah keluar dari tubuh pemain karena terkena cambuk pemain lain.
Artikel menarik lainnya:
- Menikmati Sate Gajih, Kuliner Tradisional Jogja Dulunya Makanan Orang Susah
- Fakta-fakta 'Avatar 2: The Way of Water', Salah Satunya Terinspirasi Suku Bajo Indonesia!
- Rekomendasi 5 Film Terbaru Tema Natal, Cocok untuk Temani Liburanmu yang Seru
- 4 Fakta Air Terjun Mata Jitu Sumbawa, Potongan Surga yang Pernah Dikunjungi Lady Diana!
- Merinding! Ada 'Gerbang Neraka' di Kota Suci Tempat Rasul Yesus Dimakamkan
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.