Jusuf Kalla: Din Syamsuddin Tidak Mungkin Radikal

- Selasa, 16 Februari 2021 | 09:39 WIB
Jusuf Kalla. (Instagram/@jusufkalla)
Jusuf Kalla. (Instagram/@jusufkalla)

Wakil Presiden ke 10 dan 12, Jusuf Kalla memandang mantan ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin bukanlah tokoh penganut radikalisme. Menurutnya, Din adalah tokoh yang sangat toleran dan merupakan pelopor antar umar beragama di kancah internasional.

“Pak Din sangat tidak mungkin radikal, dia adalah pelopor dialog antar agama dan itu tingkatannya internasional,” ujar JK dalam keterangannya, Selasa (16/2/2021).

Adapun pernyataan JK menanggapi laporan Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni ITB terhadap Din Syamsuddin ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Karena itu JK merasa heran apabila ada pihak yang menuduhnya sebagai tokoh radika, sementara sosok Din Syamsuddin dimatanya adalah pribadi yang selalu keliling banyak negara untuk membicarakan perdamaian antar umat beragama.

“Saya sering bilang ke dia “Pak Din anda ini lebih hebat daripada menlu, selalu keliling dunia hanya berdiskusi dalam hal perdamaian dan inter religius. Jadi orang begitu tidak radikal, sama sekali tidak radikal,” jelas JK.

Terkait status Din Syamsuddin sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga tidak etis apabila memberikan kritik kepada pemerintah, JK menuturkan bahwa Din Syamsuddin bukanlah ASN yang berada di struktur pemerintahan, tapi merupakan fungsional akademis.

Menurut JK ketika seorang akademisi memberikan pandangannya yang mungkin bertentangan dengan pemerintah itu tidak melanggar etika sebagai ASN. Sebab tugas akademisi adalah memberikan pandangan lain sesuai dengan dengan latar keilmuannya.

“Ini bukan soal etik mengkritik sebagai ASN tapi dia mempergunakan suatu keilmuannya untuk membicarakan sesuatu,” tutur JK.

Karenanya JK berharap agar tidak ada lagi perundungan terhadap para akademisi yang berstatus sebagai ASN dan memberikan pandangan kritisnya ke pemerintah.  Menurut JK pandangan alternative dari akademisi akan selalu dibutuhkan oleh pemerintah, jika tidak ingin negara menjadi otoriter.

“Bayangkan kalau tidak ada akademisi ini membukakan jalan alternative maka negeri akan jadi otoriter. Jadi kalau ada yang mau mempersoalkan posisi pak Din sebagai ASN dan pandangannya kepada pemerintah, berarti dia tidak ngerti tentang undang-undang, dan bahwa anggot GAR itu alumni ITB tapi ITB secara institusi juga sudah mengatakan bahwa mereka bukan organisasi resmi dari ITB,” tutupnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X