Era New Normal, Tenaga Ahli KSP: Antara Pemulihan Pandemi dan Beban Sosial semakin Berat

- Selasa, 9 Juni 2020 | 17:04 WIB
Petugas mengecek suhu tubuh pengunjung di Senayan City, Jakarta, Selasa (9/6/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)
Petugas mengecek suhu tubuh pengunjung di Senayan City, Jakarta, Selasa (9/6/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)

Keputusan pemerintah untuk menjalankan masa new normal setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diwarnai pro kontra. Di satu sisi, ketakutan akan munculnya pandemi virus corona (Covid-19) tahap kedua selalu membayangi. Namun di sisi lain, beban ekonomi dan sosial yang semakin tinggi, seolah-olah memaksa pemerintah untuk menyudahi pembatasan tersebut. 

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf  Presidenan (KSP), Brian Sri Prahastuti mengungkapkan dalam sebuah Webinar yang diselenggarakan oleh Sejajar dengan tema 'Transisi menuju kenormalan baru', Selasa (9/6/2020), keputusan pemerintah untuk menjalankan skema new normal tersebut bukanlah sebuah keputusan yang mudah. 

Brian mengatakan, segala pertimbangan telah diperhitungkan dengan matang. Diakuinya, meneruskan PSBB maupun menjalankan new normal, keduanya sama-sama memiliki risiko yang boleh dibilang cukup berat. Namun, dengan segala pertimbangan, akhirnya memang new normal itulah yang diambil, dengan sejumlah catatan, termasuk dengan pengawasan dan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat, agar tujuan yang disasar bisa tercapai. 

"Produktif dan aman, ini adalah narasi untuk menuju apa yang disebut new normal. Ini adalah skema analisis yang dilakukan gugus tugas, melihat bagaimana persepsi risiko dibandingkan dengan beban sosial Covid-19. Ini yang jadi pertimbangan kapan waktu yang tepat dimana new normal itu bisa diberlakukan," ujar Brian. 

-
Pengunjung memakai hand sanitizer yang dilengkapi dengan sensor di Senayan City, Jakarta, Selasa (9/6/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)

Ia menjelaskan, di dalam grafik persepsi risiko bisa dilihat, semakin lama waktu dilakukan, maka risiko sebetulnya akan semakin rendah. Namun di sisi lain, ada variabel beban sosial yang jika situasi pembatasan ini semakin lama, maka beban sosialnya akan semakin tinggi. 

"Situasi inilah yang menyebabkan kita harus memutuskan timing yang tepat, dimana kita harus bisa menyeimbangkan kedua situasi ini. Artinya risiko bisa kita tekan serendah mungkin, dengan beban sosial yang juga serendah mungkin," ungkapnya. 

"Hal itulah yang menjadi kunci, kapan new normal harus diberlakukan," sambungnya. 

Brian mengungkap, ada beberapa proses yang dilakukan beberapa waktu lalu, sebelum akhirnya diputuskan untuk menjalankan new normal

"Kita mengembangkan variabel, melihat indikator-indikator, melakukan diskusi-diskusi secara intensif dengan para pakar, mengadakan rapat tingkat menteri dan rapat terbatas dengan Presiden untuk menyepakati indikator-indikator ini adalah waktu yang tepat untuk menjalankan new normal," pungkasnya.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X