Tahun baru Imlek menjadi berkah sendiri bagi perajin lampion di Ponorogo, Jawa Timur. Anton Pratama (34) setiap hari harus membuat lampion di teras rumahnya.
Anton tidak sendiri, namun dibantu2 orang karyawannya untuk mengerjakan pesanan yang masuk.
“Ya begini kalau sudah masuk Imlek. Banyak pesanan masuk,” ujar Anton, Minggu (22/1/2023).
Rumahnya di Jalan Ramawijaya, Kelurahan Surodikraman, Ponorogo ini, seketika menjadi show room lampion. Menurutnya, momen Imlek jadi berkah tersediri. Setiap tahunnya ia ketiban cuan dari pesanan lampion untuk Imlek.
Jika biasanya dalam satu bulan dia hanya mengerjakan 10 buah lampion, namun pada Imlek naik hingga drastis hingga 100 buah lampion.
“Tahun ini saya kurang persiapannya. Saya kira Imlek-nya masih Februari nanti. Ternyata Januari ini. Jadi banyak menolaknya,” terangnya.
Baca juga: Sosok Pak Pong, Satu-satunya Perajin Barongsai di Yogya Ternyata Bukan Keturunan Tionghoa
Saking banyaknya pesanan lampu lampion seperti sekarang ini membuat dirinya kewalahan. Bahkan tak jarang dirinya harus menolak pesanan dari para pelanggannya karena keterbatasan tenaga serta waktu.
"Sampai nolak-nolak, karena tenaga dan waktunya yang enggak ada yang pesan mintaknya sebelum hari H sudah selesai," jelasnya.
Enggak hanya di Ponorogo, lampion buatannya juga dipasarkan di Solo hingga Bekasi.
“Selain Imlek, Lebaran itu juga saya panen. Tahun lalu di Magetan kan ada takbir keliling pakai lampion. Itu juga pesannya ke saya,” urainya.
Dia menyebut setahun dia bisa menjual hingga 500 lampion. Dia menjelaskan bahwa lampion buatannya tersebut mampu bertahan hingga 1 tahun, karena menggunakan rangka dari kawat besi.
Selain itu material kain yang digunakan merupakan jenis yang tahan terhadap air hujan. Anton mematok harga lampion tanpa lampu Rp65 ribu. Sedangkan yang pakai lampu Rp85 ribu.
“Ya kalau sebulan omset jika Imlek gini bisa lah Rp7 juta," ujarnya.