Salah seorang peneliti dari Amerika Serikat mengungkapkan fakta terbaru dari Laut China Selatan. Dia juga mengungkapkan sisi lain dari China. Kepala Simularity Inc Liz Derr sendiri menciptakan teknologi kecerdasan buatan untuk analisis citra satelit yang sudah ditemukan 5 tahun terakhir.
Citra satelit berfungsi untuk melihat kotoran manusia, limbah, dan air limbah. Derr menggunakan citra satelit di area terumbu karang Kepulauan Spratly di Laut China Selatan. Ternyata, di sana banyak ditemukan tinja dan limbah, sehingga merusak aglae. Melihat hal itu, Derr memberikan komentarnya.
"Ratusan kapal yang berlabuh di Spratly membuang limbah mentah ke terumbu karang yang mereka tempati. Ketika kapal tidak bergerak, kotoran menumpuk," ungkap Liz Derr, mengutip Associated Press.
Dalam pantauan satelit pada 17 Juni, Derr menemukan sekitar 236 kapal nelayan China yang sedang melakukan kegiatan pada perairan itu. Derr juga menegaskan bahwa ini telah mengancam beberapa spesies ikan yang selalu bermigrasi di wilayah karang itu, terutama tuna.
"Kapal China kerap membuang kotoran ke Laut China Selatan dan mencemari lingkungan," dia menjelaskan.
Untuk saat ini, China belum berkomentar mengenai hal ini. Tapi, Beijing menegaskan telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi perikanan dan lingkungan di Laut China Selatan. Hal ini mendapatkan komentar dari Asisten Sekretaris Departemen Luar Negeri, Eduardo Menez.
"Temuan itu harus dinilai dan disahkan oleh otoritas Filipina, sebelum mengambil keputusan apakah protes terhadap China dapat dibuat," ungkap Eduardo Menez.
Laut China Selatan sendiri telah menjadi jalur penting untuk sebagian besar pengiriman komersial dunia. Laut ini berbatasan dengan Brunei, Kamboja, China, Malaysia, Singapura, Thailand, Taiwan, Filipina, Vietnam, dan Indonesia.
