Suara adzan berkumandang lantang. Sejurus kemudian beberapa warga yang sedang bersantai di Malioboro, Ponorogo berhenti sejenak. Mereka kemudian menuju Masjid Duwur. Sebenarnya, nama asli Masjid Duwur adalah Masjid Darul Hikmah.
Nama Darul Hikmah disematkan oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Namun masjid yang berdiri sejak tahun 1938 silam ini lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Masjid Duwur.
Pasalnya, di masjid yang berada di Jalan Hos Cokroaminoto itu memiliki dua lantai. Sehingga terlihat duwur atau tinggi.
Ketika Z Creators, Pramita Kusumaningrum ke lokasi, masjid bersejarah itu telah tahap direnovasi. Terlihat beberapa pekerja sedang merenovasi. Di balik itu semua, Masjid Duwur ini memilik sejarah yang tidak bisa diremehkan.
Pertama tentu berkaitan erat dengan perkembangan organisasi islam Muhammadiyah dan pusat kegiatan keagamaan serta pendidikan. Pimpinan Cabang Muhammadiyah Ponorogo, Bambang Dri Atmojo mengatakan bahwa tahun 1938, Masjid Duwur dibangun menggunakan tanah wakaf RM Mintarjo. Bangunan masjid pertama didirikan seukuran 20x11 meter memiliki lantai dua.
Selepas 1938, masjid duwur menjadi sentral kegiatan. Tidak hanya untuk ibadah tetapi juga pendidikan. Pun sempat digunakan untuk sekolah tingkat dasar dan Pendidikan Guru Agama (PGA). 10 tahun kemudian, tepatnya pada 1948 Masjid Duwur dikuasai oleh PKI.
"Mereka ingin mengambil alih Negara Republik Indonesia menjadi negara komunis. Masjid Duwur tahun 1948 diambil alih,” ujar Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Ponorogo, Bambang Dri Atmojo.
Dia menjelaskan bahwa Masjid Duwur digunakan sebagai penjara para kyai, santri dan tokoh masyarakat yang menjadi musuh PKI. Sebelum menjalani eksekusi, Pasukan Merah PKI memasang bom di sekeliling masjid yang siap diledakkan jika semua tokoh Islam sudah berhasil ditangkap dan ditawan.
Di antara yang ditawan adalah KH Ahmad Sahal dan KH Imam Zarkasyi, pendiri Pondok Modern Gontor. Sambil menanti eksekusi, beliau berdua berdiskusi memikirkan masa depan Pondok Gontor agar terus hidup berkembang.
Kyai Zarkasyi menghendaki dirinya saja yang akan menghadapi eksekusi dan Kyai Sahal melanjutkan kelangsungan pendidikan di Gontor, karena PKI mengetahui bahwa Kyai Gontor hanyalah Kyai Sahal saja. Sementara Kyai Sahal menginginkan sebaliknya, karena merasa Kyai Zarkasyi lebih mumpuni dalam hal keilmuan.
Tanggal 30 September1948 Pasukan Siliwangi berhasil mengambil alih Madiun. Pasukan Siliwangi bergerak ke Selatan menuju Ponorogo. Dengan bantuan Laskar Hizbullah yang dipimpin KH Abdul Kholiq Hasyim dan KH Yusuf Hasyim (keduanya adalah putra KH Hasyim Asy'ari pendiri NU), Ponorogo akhirnya dapat dikuasai. Para kyai, santri dan tokoh Islam yang ditawan di Masjid Duwur berhasil diselamatkan.
Artikel menarik lainnya:
- Viral! Rela Antre 3 Jam Demi Menikmati Japanese Street Food di Kedai Ini
- Canggih! Mahasiswa Surabaya Ciptakan Laci Pintar Teknologi RFID, Bukanya Cuma Pakai Kartu
- Dulunya Bekas Parkiran Kuda, Kini Jadi Pusat Jual Beli Barang Bekas Terbesar di Malang
- Serunya Adu Nyali Permainan Betengan, Sukses Bangkitkan Kenangan Masa Kecil Generasi 90-an
- Melihat Keraton Kaibon, Reruntuhan Sejarah yang Masih Terlihat Megah di Banten
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.