Lebak merupakan Kabupaten di Provinsi Banten yang memiliki sejuta pesona dan kaya akan wisata kuliner serta sejarah. Wilayah ini menjadi saksi bisu banyak peristiwa lampau.
Salah satunya seperti yang terabadikan pada Museum Multatuli. Musim ini menyimpan benda-benda peninggalan sejarah yang menarik untuk dipelajari.
Museum Multatuli sendiri berlokasi di Jalan Alun-Alun Timur No.8, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten. Museum ini merupakan museum anti kolonialisme yang dibangun di atas bangunan bekas Kawedanan tahun 1930.
Istimewanya, musim ini menyimpan banyak cerita mengenai seorang berkebangsaan Belanda bernama Eduard Douwes Dekker yang menaruh simpati terhadap kehidupan warga pribumi.
Ia tidak pernah suka rakyat yang kala itu diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa lokal dan pemerintah Belanda.
Kecintaan Multatuli
Dikisahkan, Eduard Douwes Dekker merupakan seorang berkebangsaan Belanda yang ditunjuk menjadi Asisten Residen untuk memimpin Rangkasbitung. Namun jabatan tersebut hanya diembannya selama tiga bulan (21 Januari 1856- 29 Maret 1856).
Ia mengundurkan diri karena ketidaksetujuannya melihat ketidakadilan di masyarakat akibat perlakuan pemerintahan kolonial.
Akibat dari kekecewaannya, maka ia membuat karya sastra berjudul “Max Havelaar" dengan menggunakan nama pena "Multatuli".
Multatuli sendiri berarti "aku telah lama menderita". Sedangkan, Max Havelaar adalah karya sastra yang menceritakan eksploitasi dan penindasan kolonial Belanda terhadap warga pribumi.
Baca juga: Asiknya Ngabuburit Seru Naik Perahu di Pantai Alam Indah Kota Tegal, Ada Museum Bahari
Ruangan Periode Kolonialisme
Saat menyusuri ruangan Museum Multatuli, pengunjung akan diperkenalkan dengan tujuh ruangan yang menyimpan sejarah berbagai hal. Masing-masing ruangan mewakili periode kolonialisme di Nusantara.
Ruang pertama berisi wajah Multatuli dengan bertuliskan "Tugas manusia adalah menjadi manusia". Kalimat itu sangat relevan di masa lalu, ketika manusia menindas manusia yang lainnya.
Masuk ke ruang kedua, pengunjung akan melihat berbagai barang pameran yang mengisahkan masa awal kedatangan para penjelajah Eropa ke Nusantara.
Ruang ketiga mengisahkan periode tanam paksa yang memiliki fokus budidaya kopi. Ruang keempat adalah ruang Multatuli dan pengaruhnya terhadap para tokoh pergerakan kemerdekaan.