Jakarta dan Bandung Kota Termacet di Asia, 25 Persen Pengeluaran Cuma Buat Transportasi

- Senin, 4 Juli 2022 | 15:41 WIB
Sopir bus saat beraktivitas berkendara membawa penumpang. (Foto/Istimewa)
Sopir bus saat beraktivitas berkendara membawa penumpang. (Foto/Istimewa)

Di Indonesia, pengguna transportasi umum identik dengan kaum melarat alias kategori captive, tidak ada pilihan moda.

Lain halnya di mancanegara, penggunanya adalah kaum konglomerat alias orang kaya, walau punya pilihan moda.

"Kesadaran akan manfaat transportasi umum yang dimulai adanya keputusan politik eksekutif dan legistatif untuk berpihak pada penyelenggaraan transportasi umum," kata Djoko Setijowarno Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat melalui keterangan tertulisnya kepada Indozone, Senin (4/7/2022).

Menurut Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu kota merupakan tentang perpindahan orang bukan mobil.

Di mana urban mobility adalah bagaimana orang dapat berpindah dengan semua pilihan yang ada. Mobil bukannya dilarang di perkotaan, tapi prioritas pergerakan kota diberikan pada moda yang paling efisien menggunakan ruang jalan.

Saat ini kata Djoko, dominasi penduduk perkotaan (urban population) terhadap jumlah penduduk di Indonesia meningkat setiap tahunnya.

Worldometers mencatat pada 2019 jumlah penduduk perkotaan di Indonesia sebanyak 150,9 juta jiwa atau 55,8 persen dari total penduduk Indonesia yang sebesar 270,6 juta jiwa. 

Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, sebanyak 56,7% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan tahun 2020.

Persentase tersebut diprediksi terus meningkat menjadi 66,6 persen pada 2035. Bank Dunia juga memperkirakan sebanyak 220 juta penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan pada 2045. Jumlah itu setara dengan 70 persen dari total populasi di tanah air.

Sudah barang tentu untuk menggerakkan mobilitas secara bersamaan dalam waktu bersamaan pasti akan memerlukan fasilitas transportasi umum massal.

"Jika masing-masing individu mengunakan kendaraan pribadi, tentunya akan menimbulkan kemacetan, peningkatan populasi udara, penggunaan BBM bertambah, tingkat strees warga meningkat. Juga angka kecelakaan juga tinggi," katanya.

Kajian Bappenas bersama Bank Dunia (2019), antara lain menyebutkan pangsa angkutan umum Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya rata-rata kurang dari 20 persen.

Kota Jakarta, Surabaya dan Bandung masuk dalam kota termacet di Asia. Kota Jakarta menduduki peringkat 10 dengan 53 persen tingkat kemacetan dibandingkan kondisi normal atau tidak macet di kota tersebut.

Keterbatasan sistem angkutan umum massal menyebabkan kemacetan yang akhirnya berdampak pada kerugian ekonomi.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

5 Rekomendasi Penginapan di Sumba Timur, NTT

Selasa, 23 April 2024 | 20:50 WIB

7 Tips Memilih Hotel untuk Liburan Bersama Keluarga

Minggu, 14 April 2024 | 13:10 WIB
X