Perihal wisata halal, Indonesia masih perlu belajar dari Negeri Jiran, Malaysia hingga negara minoritas musim seperti Taiwan.
Hal itu diungkapkan oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rita Pawestri Setyaningsih dalam webinar Prospek Wisata Halal bagi Indonesia: Pengalaman dari Taiwan, Rabu (30/9/2020).
"Secara paralel pemangku kepentingan kita agar bisa berpartisipasi pada pembangunan wisata halal. Orang Malaysia misalnya banyak direkrut Taiwan untuk berbagi pengetahuan soal wisata halal kepada mereka," kata Rita dikutip dari Antara.
"Banyak hal berbau muslim di Taiwan. Pemerintahnya gencar mempromosikan dan mendukung wisata halal. Halal ini tidak hanya soal makanan dan minuman tetapi banyak hal yang bercampur pada kehidupan kita sehari-hari," tambahnya.
Masih dikatakan Rita, para pemangku kepentingan di Tanah Air diharapkan dapat menyatukan visi untuk mendorong pertumbuhan wisata halal sehingga peluang bisnis tidak direbut negara lain.
Lebih lanjut lagi, Rita mencontohkan Taiwan yang secara nyata mampu membangun wisata halal dalam beberapa tahun terakhir.
Wisata halal yang dimaksudkan di sini yakni sebuah industri di dunia pariwisata yang ramah terhadap pelancong muslim.
Menurutnya, rangking Taiwan sebagai tujuan tempat tujuan wisata ramah muslim tengah meroket.
Hal tersebut berdasarkan survei Global Muslim Travel Index (GMTI) dari Crescent Rating-Mastercard yang merilis di antara 130 tujuan non-Organisasi Kerja sama Islam (OKI) seluruh dunia.
Tahun 2015, Taiwan berada di urutan 10, lalu pada 2019 meningkat ke posisi 3 di bawah Inggris Raya dan Jepang.
Rita merasa upaya yang dilakukan Taiwan dalam perkembangan wisata halal telah menunjukkan hasil yang signifikan.
Hasil itu tentu berkat keseriusan Taiwan dalam membangun industri halalnya.
Selain itu negara itu juga mampu melihat pasar yang besar dari kalangan wisatawan muslim agar berkunjung ke sana.
Ada 2 fokus utama dalam pengembangan pariwisata halal di Taiwan.
