AS, Rusia, Tiongkok, Pamer Senjata Hypersonic

- Rabu, 22 Januari 2020 | 12:35 WIB
Sistem rudal darat-ke-udara jarak menengah dan jarak jauh Rusia S-400 saat parade Hari Kemenangan perayaan 71 tahun kemenangan atas Nazi Jerman di Perang Dunia II di Red Square, Moskow, Rusia. (REUTERS/Grigory Dukor)
Sistem rudal darat-ke-udara jarak menengah dan jarak jauh Rusia S-400 saat parade Hari Kemenangan perayaan 71 tahun kemenangan atas Nazi Jerman di Perang Dunia II di Red Square, Moskow, Rusia. (REUTERS/Grigory Dukor)

Perkembangan terbaru teknologi persenjataan hypersonic membuat para pengamat khawatir terjadinya perang dunia. Mereka mendesak agar dibentuknya suatu kesepakatan internasional baru mengenai kontrol terhadap penggunaan teknologi persenjataan.

Hal yang menjadi perhatian adalah dikembangkannya persenjataan hypersonic. Senjata tersebut dianggap tak terhentikan hingga dapat meningkatkan ancaman dari hulu ledak nuklir.

Golongan persenjataan hypersonic adalah senjata tempur yang dapat menempuh jarak hingga ke titik tujuan dengan kecepatan minimal Mach 5 atau setara dengan 5 kali kecepatan suara. Sedangkan yang menjadikan hal tersebut berbahaya karena sistem pertahanan misil saat ini belum ada yang mampu melumpuhkan rudal balistik dengan kecepatan hypersonic.

Tiongkok, salah satunya. Negara Tirai Bambu itu dianggap memiliki kekuatan militer yang diakui dunia, dibuktikan pada parade militer 01 Oktober 2019 lalu.

Tiongkok menjadi negara pertama yang resmi memperkenalkan senjata hypersonic DF-17 yang mampu meluncur dengan kecepatan Mach 6. Seperti tak mau kalah, pada akhir Desember 2019, Rusia juga mengumumkan uji coba pertama rudal hypersonic mereka yang dinamai Avangard, seperti diwartakan themoscowtimes.com.

Namun, secara tidak langsung Rusia menunjukkan bahwa mereka selangkah lebih unggul dari Tiongkok. Media Rusia mengklaim Avangard dapat melintas dengan kecepatan Mach 20.

Di lain pihak, Amerika Serikat (AS) masih belum mengumumkan hasil perkembangan percobaan persenjataan hypersonic. Sebab project tersebut memang sempat dihentikan pada masa Presiden Barrack Obama, dan baru dilanjutkan kembali setelah presiden baru terpilih.

Menariknya, Rusia dan AS sempat mengajak Tiongkok untuk membahas kesepakatan terkait kontrol atas pengendalian persenjataan dan membentuk kesepakatan trilateral. Namun Tiongkok menolak bergabung dalam diskusi dengan alasan teknologi persenjataan hypersonic Tiongkok tidak sebanding dengan Rusia dan AS.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Samsung Galaxy A54 vs A55, Mana Lebih Canggih?

Selasa, 26 Maret 2024 | 10:30 WIB

Xiaomi Pad 5 Mulai Kebagian Update HyperOS

Minggu, 24 Maret 2024 | 13:30 WIB
X