Kasus Ferdy Sambo: Salin Rekaman CCTV Dianggap Computer Based Crime, Bikin Spechless!

- Kamis, 12 Januari 2023 | 20:52 WIB
Ilustrasi salin data CCTV ke Computer. (FREEPIK).
Ilustrasi salin data CCTV ke Computer. (FREEPIK).

Kuasa hukum terdakwa Arif Rachman Arifin, Junaedi Saibih mengatakan, dirinya sampai merasa kelu bibir atau speechless lantaran bingung untuk bertanya kepada pakar pidana Universitas Trisakti Effendy Saragih yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU).

"Akhirnya saya mati ucap atau bahasa Inggrisnya speechless sampai mau nanya apa lagi saya bingung," kata Junaedi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (12/1/2023). 

Junaedi tak bisa bicara apa-apa lagi ketika ingin mempertajam pengertian tentang merusak dokumen. Hal itu sebagaimana termaktub dalam Pasal 32 Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Tindak pidana khusus dalam hal ini ITE dengan tindak pidana umum dalam KUHP itu seharusnya dibedakan," kata Junaedi.

-
Terdakwa kasus obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Nopriansyah Yosua, Arif Rachman Arifin. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

 

Baca juga: Banyak Data Bocor, Kemkominfo Minta Bantuan Cyber Crime Polri

Menurut Junaedi, kejahatan UU ITE dilakukan berbasis komputer. Selain itu, lanjut dia, tindak pidana UU ITE harus dilakukan menggunakan suatu sistem yang bisa merusak perangkat lunak atau malware.

“Jadi yang namanya cyber crime itu adalah computer based crime, jadi suatu kejahatan yang berbasis komputer dan itu biasanya digunakan dengan malware misalnya atau sarana lain yang itu menggunakan komputer atau suatu sistem,” jelas sang kuasa hukum.

Menurut Junaedi, tindakan Arif Rachman yang menyalin rekaman DVR CCTV Duren Tiga, tidak termasuk pelanggaran UU ITE sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). 

"(Tindakan Arif) itu tidak dimasukkan sebagai computer based crime," ungkapnya. 

Junaedi merasa pendapatnya diputar-putar. Sehingga dakwaan bercampur antara prinsip khusus atau lex specialis dengan prinsip umum atau lex generalis.

“Makanya tadi saya diputer-puter pendapatnya yang itu akhirnya bercampur antara asas-asas atau prinsip dalam hukum umum tentang lex specialis derogat legi generali,  Lex posterior derogat legi priori,” ujar Junaedi.

"Harusnya itu yang dijelaskan (ahli). Makanya saya merujuk pada Konvensi Budapest dan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada Kejahatan Siber pada 2022. Seharusnya dilihat kualifikasi yang masuk unsur dakwaan," imbuhnya.

Baca juga: Usut Sekeluarga Tewas di Jakarta Barat, Polda Metro Kerahkan Tim Laboratorium Cyber

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X