Drama dan Prestasi, Potret Lima Tahun Terakhir Bola Basket Indonesia

- Senin, 9 September 2019 | 12:48 WIB
ANTARA/Gilang Galiartha
ANTARA/Gilang Galiartha

Dalam lima tahun terakhir, perkembangan dunia olahraga bola basket Tanah Air nampaknya lebih banyak diwarnai drama, meskipun tetap saja ada setitik prestasi yang bisa dibanggakan. Drama sudah terjadi sejak hampir lima tahun silam dalam proses pergantian kepemimpinan Pengurus Pusat Persatuan Bola Basket Indonesia (PP Perbasi).

Kalau itu, Azrul Ananda yang menduduki kursi Komisioner Liga Bola Basket Nasional (NBL) Indonesia, turut maju dalam kontestasi calon Ketua Umum PP Perbasi. Namun di tengah perjuangan itu, dia mundur karena menganggap panitia pemilihan tidak transparan.

Panitia verifikasi menyebutkan pencalonan Azrul disokong oleh 16 pengurus provinsi (pengprov), padahal sebelumnya dia mengklaim mendapat dukungan 25 pengprov. Belakangan diketahui panitia, ada sejumlah dukungan ganda dari Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua Barat sehingga dianulir.

Menariknya, calon lain yang memenuhi persyaratan minimum dukungan lima pengprov, Danny Kosasih, justru maju dengan pencalonan dari enam pengprov saja yakni Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Utara, Lampung, Maluku dan Papua.

-
ANTARA/Gilang Galiartha

Ketika Musyawarah Nasional (Munas) PP Perbasi digelar di Yogyakarta pada 14 Maret 2015, Danny 'terancam' menjadi calon tunggal sebelum pada akhirnya Azrul kembali maju karena desakan para pendukungnya. Pemilihan digelar dan Danny akhirnya terpilih sebagai Ketum PP Perbasi 2015-2019 setelah mengantongi 184 suara, sementara Azrul hanya memperoleh 116 suara dari total 316 pemilik suara.

Satu drama berlalu, namun drama lain mengikuti. Dalam surat pengunduran diri yang disampaikan Azrul kepada PP Perbasi, tertulis kabar buruk bahwa PT Deteksi Basket Lintas, perusahaan yang dipimpinnya, akan mundur selepas menuntaskan kewajiban kontrak selama lima tahun sebagai operator liga.

Keputusan itu tidak berubah dan resmi pada 9 Juli 2015, Starting 5 diberi kepercayaan oleh PP Perbasi menjadi operator baru liga yang kembali mengusung nama Liga Bola Basket Indonesia (IBL).

Warna-warni Suram IBL

Sejak kembali mengusung nama IBL, liga basket profesional Indonesia diwarnai oleh satu tema besar yang kerap terjadi yakni berkurangnya tim peserta. Tahun 2016, IBL mewarisi 12 tim yang sama dari NBL 2014/2015. Namun, semusim kemudian Stadium Jakarta mundur karena menolak sanksi dari operator atas tindakan mereka terlambat mendaftarkan diri.

-
ANTARA/Gilang Galiartha

Jumlah itu berkurang lagi semusim kemudian ketika CLS Knights memutuskan mundur karena tidak mau mengikuti regulasi IBL yang mengharuskan setiap tim berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Ironisnya, jumlah peserta terkonfirmasi untuk musim baru 2019/2020 juga berkurang dibandingkan musim sebelumnya. Dua tim yakni Bogor Siliwangi dan Stapac Jakarta, absen dari musim baru.

Sementara, sang juara bertahan Stapac mengundurkan diri karena lebih dari separuh pemainnya menunaikan tugas mulia untuk membela tim nasional Indonesia di nomor 5x5 dan 3x3. Siliwangi dilarang tampil karena masalah yang menjangkiti liga basket profesional Indonesia.

Masalah itu adalah penunggakan gaji. Siliwangi sejak musim pertama IBL sudah didera masalah penunggakan gaji. Perpindahan kepemilikan dan markas tak memutus rantai masalah itu. Bahkan, persoalan penunggakan gaji juga menimbulkan ekses lainnya yakni mencuatnya skandal pengaturan skor dalam IBL 2016 yang membuat delapan pemain dan satu ofisial Siliwangi dijatuhi sanksi larangan terlibat basket selama 2-5 tahun.

Persoalan lain yang juga banyak mewarnai IBL 2016-2019 adalah regulasi yang kerap menimbulkan kebingungan di antara tim peserta. Ada persoalan tentang regulasi sanksi larangan tanding yang membuat Pacific Caesar Surabaya memilih walk out dari laga playoff IBL 2017.

-
ANTARA/HO/IBL

Pangkalnya adalah sanksi larangan tampil bagi Anton Waters yang di laga sebelumnya terkena 'ejection' akibat kombinasi 'technical foul' dan 'unsportmanlike foul', sesuai aturan FIBA versi 2017, yang katanya sudah disosialisasikan, Namun, pihak Pacific mengaku belum.

Kejanggalan regulasi lain juga terjadi ketika pemain asing baru Hangtuah Bryquis Perine dianulir hak mainnya dari IBL 2018/19 karena memiliki tinggi badan 190 centimeter (cm), melebihi batas 188 cm. Padahal, Perine adalah pemain yang masuk daftar pemain asing yang boleh dikontrak tim peserta versi IBL sendiri.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X