Dua Kali Mangkir Panggilan Polisi, Sikap Nikita Mirzani Disayangkan Ahli Hukum Pidana

- Jumat, 15 Juli 2022 | 18:40 WIB
Nikita Mirzani. (Instagram@nikitamirzanimawardi_172)
Nikita Mirzani. (Instagram@nikitamirzanimawardi_172)

Kasus pencemaran nama baik yang diduga dilakukan Nikita Mirzani masih terus berlanjut.

Nikita bahkan disebut-sebut sudah dua kali mangkir dari panggilan polisi sejak ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik terhadap kekasih Nindy Ayunda, DM pada 10 Juni 2022 silam.

"Panggilan tersebut pada Senin tanggal 20 Juni (2022) untuk dimintai keterangan pada Jumat 24 Juni. Namun ada permohonan penjadwalan pemeriksaan NM pada Rabu, 6 Juli yang ketika ditunggu namun NM juga tidak hadir di depan penyidik," tutur Kabid Humas Polda Banten Kombes Shinto Silitonga pada Kamis, 14 Juli 2022.

Sementara itu, sikap Nikita tersebut disayangkan oleh Ahli ilmu hukum pidana umum dan khusus tipikor dari Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, Dr. Youngky Fernando, SH.,M.H.

Youngky menyebut, mestinya sikap tidak kooperatif yang ditunjukkan Nikita yang sempat ditetapkan sebagai tersangka itu sudah bisa menjadi dasar penahanan terhadap Nikita.

Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka apabila ada situasi yang memungkinkan tersangka tersebut melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.

“Jadi polisi punya alasan subyektif untuk melakukan penahanan terhadap tersangka yang bertindak tidak normatif. Maksudnya, tersangka ini tidak kooperatif terhadap panggilan polisi,” kata Youngky kepada awak media pada Kamis, 14 Juli 2022.

BACA JUGA: Anak Nikita Mirzani Ketakutan Didatangi Polisi, Fitri Salhuteru: Saya Harus Selamatkan

Selain itu, kata Youngky, tanpa alasan subyektif sekali pun, polisi mestinya juga sudah bisa melakukan penahanan terhadap Nikita. Pasalnya, ancaman hukuman penjara yang disangkakan terhadap Nikita sudah melampaui batas obyektif yang ditetapkan dalam UU KUHAP.

Sesuai Pasal 21 ayat 4 KUHAP, polisi dapat melakukan penahanan terhadap tersangka apabila ancaman hukumannya sudah lebih dari lima tahun penjara.

“Sikap ini kan bisa diambil kalau polisi mau obyektif. Biar kenapa? Supaya proses penanganan perkaranya tidak berlarut-larut, gitu loh,” pungkas Youngky.

Dalam surat penetapan tersangka Nikita yang tersebar kepada media, Nikita dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) atau Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2008 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik alias UU ITE dan atau fitnah (penistaan) dengan tulisan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 KUHP.

Dalam pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) dijelaskan, ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara dan atau denda Rp 1 miliar Sementara Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat (2) menyatakan ancaman hukumannya 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp12 miliar. Artinya, syarat obyektif dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP mestinya sudah bisa diberlakukan terhadap Nikita.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X