Irjen Pol. Napoleon Sebut Minta Uang Suap untuk "Petinggi Kita", Begini Ceritanya

- Senin, 2 November 2020 | 14:49 WIB
Kolase Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kiri) (Istimewa) dan Djoko Tjandra (kanan) (Foto: ANTARA)
Kolase Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kiri) (Istimewa) dan Djoko Tjandra (kanan) (Foto: ANTARA)

Dua jenderal polisi, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan bekas Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo didakwa mendapat sekitar Rp8,3 miliar dari Djoko Tjandra.

Seperti dilansir ANTARA, dalam persidangan Irjen Pol. Napoleon Bonaparte disebut meminta uang suap dari Djoko Tjandra untuk diberikan ke "petinggi kita".

"Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan 'Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 ji soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata 'petinggi kita ini'," kata jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung Zulkipli di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (2/11/2020).

Napoleon mengungkapkan hal itu kepada rekan Djoko Tjandra, Tommy Sumardi pada 27 April 2020 di ruang Kadivhubinter.

"Selanjutnya sekitar pukul 16.02 WIB Tommy Sumardi dan Brigjen Pol. Prasetijo Utomo dengan membawa 'paper bag' warna gelap meninggalkan gedung TNCC Mabes Polri," kata jaksa Zulkipli.

Awalnya pada April 2020, Djoko Tjandra selaku terpidana kasus korupsi Bank Bali yang dijatuhi hukuman pidana penjara selama 2 tahun ingin masuk ke Indonesia untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) karena Djoko mendapat informasi bahwa "Interpol Red Notice" atas dirinya telah dibuka Interpol Pusat di Lyon, Prancis.

Djoko Tjandra diketahui masuk dalam DPO Interpol sejak 12 Februari 2015. Djoko Tjandra lalu menghubungi rekan-nya Tommy Sumardi untuk mengurus kepentingan Joko masuk ke Indonesia terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri.

Tommy lalu menemui Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Prasetijo Utomo di kantornya pada Biro Kakorwas PPNS Bareskrim Polri, kemudian Prasetijo memperkenalkan Tommy kepada Irjen Pol. Napoleon Bonaparte selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.

Prasetijo lalu memerintahkan bawahannya Brigadir Fortes untuk mengedit "file" surat istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran sesuai format permohonan penghapusan "Red Notice" yang ada di Divhubinter dan mengirimkan surat itu ke Tommy Sumardi.

Pada 16 April 2020, Tommy bersama Prasetijo Utomo bertemu Napoleon di ruangan Kadivhubinter Polri. Saat itu Napoleon meminta uang Rp3 miliar untuk dirinya agar dapat mengurus penghapusan DPO.

Setiba di ruangan Kadivhubinter, Prasetijo menyerahkan sisa uang yang ada sebanyak 50 ribu dolar AS, namun Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut.

Sehingga pada 28 April 2020, Djoko Tjandra kembali meminta sekretaris-nya menyerahkan 200 ribu dolar Singapura ke Tommy Sumardi.

Tommy lalu menemui Napoleon pada hari yang sama di kantor Napoleon dan menyerahkan uang 200 ribu dolar Singapura kepada Napoleon Bonaparte.

Pada 29 April 2020, kembali Djoko Tjandra meminta sekretaris-nya menyerahkan 100 ribu dolar AS kepada Tommy. Tommy lalu kembali menemui Napoleon di ruang Kadivhubinter gedung TNCC Mabes Polri lantai 11 dan menyerahkan uang 100 ribu dolar AS kepada Napoleon.

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X