Polemik Soal POP, Ini Saran Pengamat Pendidikan untuk Mendikbud Nadiem

- Kamis, 30 Juli 2020 | 12:54 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim saat Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, (20/2/2020). (INDOZONE/Mula Akmal)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim saat Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, (20/2/2020). (INDOZONE/Mula Akmal)

Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjadi polemik pasca mundurnya Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan PGRI dalam program tersebut. 

Bahkan, secara tegas Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta agar program POP itu dihentikan. Ia pun meminta Kemendikbud bekerja keras dan cerdas mengatasi masalah pendidikan generasi bangsa akibat pandemi Covid-19, tak hanya mengurusi POP saja. 

Mendikbud Nadiem Makarim sendiri sebenarnya telah meminta maaf kepada NU, Muhammadiyah dan PGRI soal kisruh POP tersebut. Nadiem mengharapkan, ketiga organisasi besar tersebut bersedia memberikan bimbingan dalam melaksanakan program tersebut. 

Menanggapi peliknya permasalahan POP tersebut, Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji pun buka suara. Ia menyarankan Nadiem Makarim untuk meneruskan saja program POP yang sudah digagasnya, meski tanpa Muhammadiyah, NU dan juga PGRI turut serta di dalamnya. Hal itu sekaligus untuk membuktikan, seberapa baik program tersebut untuk dilaksanakan. 

"Kalau memang mereka (Kemendikbud) yakin ini program yang baik, bisa dipertanggungjawabkan, hasilnya akan berbuah baik, ya jalan terus saja," ujar Indra kepada Indozone, saat dihubungi melalui telepon pada Kamis (30/7/2020). 

Menurutnya, integritas dari program POP tersebut akan dipertanyakan publik ketika Muhammadiyah, NU dan PGRI mundur dari program tersebut, dan Kemendikbud malah batal menjalankannya. 

"Jalan terus saja, kenapa harus karena NU, Muhammadiyah, PGRI mundur terus programnya ikut mundur, kan jadi malah integritas programnya sendiri jadi dipertanyakan," tuturnya. 

Meski demikian, Indra sedikit pesimistis bahwa program POP itu efektif dijalankan. Sebab hal terpenting dan yang paling mendesak untuk dipikirkan saat ini adalah bagaimana caranya agar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) daring itu efektif di masa pandemi, serta memenuhi aspek keadilan dan tidak menimbulkan kesenjangan sosial. 

"Kami-kami yang di luar, memang menganggapnya (POP) agak nggak jelas. Arahnya nggak jelas, buktinya di dalam situ ada lembaga filantropi, ada ormas, ini arahnya mau ke mana, gak jelas. Ini pandangan dari luar ya," pungkasnya. 

Sebagaimana diketahui, sebelumnya Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, Mendikbud Nadiem Makarim tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang sejarah pendidikan nasional Indonesia dan peran organisasi-organisasi kemasyarakatan khususnya keagamaan dalam gerakan pendidikan nasional.

“Muhammadiyah dan NU adalah pelopor pendidikan di Indonesia. Mereka bersama yang lain adalah stakeholder sejati pendidikan nasional. Sementara, yayasan atau foundation seperti Sampurna atau Tanoto hanyalah pendatang baru, yang setelah menikmati kekayaan Indonesia baru berbuat atau memberi sedikit untuk bangsa,” kata Din, Rabu (29/7/2020).

“Jadi kalau mereka (Sampurna dan Tanoto) yang dimenangkan atau dilibatkan dalam POP sungguh merupakan ironi sekaligus tragedi,” sambungnya.

Din berujar, kesalahan mutlak bukan pada Nadiem. Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bertanggung jawab karena telah mengangkat Nadiem yang lebih banyak berada di luar negeri yang akhirnya membuat Nadiem tidak cukup memiliki pengetahuan dan penghayatan tentang masalah dalam negeri.
 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X