Sengketa Lahan Bikin Nyawa Melayang

- Kamis, 18 Juli 2019 | 10:25 WIB
Ilustrasi/Pixabay
Ilustrasi/Pixabay

Rebutan lahan yang kerap terjadi di berbagai daerah di Indonesia sering berujung maut. Bukan cuma mengakibatkan korban luka-luka, tapi juga kematian. Paling anyar, insiden Mesuji Lampung pada Rabu (17/7/2019) yang dilatarbelakangi pembajakan di area lahan seluas setengah hektare.

Ini bukan pertama kalinya Mesuji mengalami bentrokan berdarah. Sejak era reformasi bergulir pada 1999, konflik pertanahan makin sering terjadi di mana warga mulai berani menuntut hak atas tanah yang mereka klaim selama ini dirampas negara.

Dinukil dari berbagai sumber, konflik tanah yang semula terjadi antara negara dengan masyarakat adat kemudian berubah menjadi konflik antara perusahaan dengan masyarakat adat. Masyarakat adat yang merasa memiliki hutan yang selama ini diklaim sebagai milik negara pun beramai-ramai menuntut haknya kembali.

Hal itu menjadi persoalan besar karena negara melalui Departemen Kehutanan para era Orde Baru dan awal reformasi sudah memberikan konsesi pengelolaan hutan kepada beberapa perusahaan melalui sistem hak pengelolaan hutan (HPH) dan hak guna usaha (HGU).

"Bentrokan dipicu karena masalah tanah. Masalah ini dipicu oleh kebijakan penguasa yang tidak berpihak kepada rakyat. Sebenarnya, UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menjamin kepemilikan masyarakat terhadap tanah ulayatnya. Namun, aturan turunannya banyak yang menyimpang dari aturan normatifnya," Wahyu Eko Yudiatmaja dalam tulisan berjudul 'Konflik Agraria dan Kasus Mesuji' menanggapi konflik berdarah Mesuji dua tahun lalu.

Hutan yang sudah menjadi perkampungan itu statusnya ada yang sudah menjadi desa definitif. Itu karena desa di dalam hutan tersebut sudah dicatat oleh pemerintah melalui Departemen Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional sebagai kawasan enclave (kawasan yang sudah dikeluarkan statusnya dari hutan dan dianggap sebagai desa yang sah).

Ada juga perkampungan yang belum atau tidak termasuk kawasan enclave. Penduduk desa yang tidak termasuk kawasan enclave sering disebut sebagai perambah. Di kawasan perkampungan non-enclave inilah sering terjadi konflik tanah antara penduduk dengan perusahaan yang diberi HPH atau HGU. 

Menurut laporan teraslampung.com, jumlah akumulasi korban dari awal terjadinya konflik (1999) hingga Mei 2014 mencapai 30 orang. Ini belum termasuk korban dalam beberapa peristiwa bentrokan lainnya.

Eks Direktur Eksekutif Nasional Walhi Berry Nahdian Furqon menanggapi penyebab utama bentrokan berdarah di Mesuji pada 2011. Kata dia, disebabkan adanya perampasan lahan warga oleh perusahaan yang didukung oleh kebijakan negara dalam bentuk HGU. Selain itu, adanya penyalahgunaan wewenang oleh aparat keamanan yang berpihak oleh kepentingan perusahaan, yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga sempat mengkritik sikap aparat kepolisian yang dinilai saling lempar tanggung jawab terkait kasus berdarah di Mesuji delapan tahun lalu tersebut. Indikasi keterlibatan aparat, menurut Ketua Komnas HAM saat itu, Ifdhal Kasim, menunjukkan keberpihakan aparat yang lebih condong pada pemilik modal ketimbang warganya sendiri.

Kalangan pegiat HAM dan lingkungan menyatakan kasus-kasus kekerasan berlatar perebutan lahan bukan hanya terjadi di Mesuji, tetapi menjadi fenomena yang hampir merata di seluruh Indonesia sejak pemerintah mengizinkan pembukaan hutan untuk perluasan perkebunan sawit.

Untuk itu, mulai tahun 2015 Presiden Jokowi menginstruksikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mempercepat sertifikasi tanah. Hasilnya, dari biasanya hanya 500-600 ribu sertifikat yang dibagikan per tahun, tahun 2017  telah diselesaikan 5 juta sertifikat.

Pada 2018, pemerintah menargetkan 7 juta sertifikat bisa dibagikan kepada masyarakat. Sedangkan untuk tahun ini, target pemerintah adalah 9 juta sertifikat.

Jokowi berharap, setelah masyarakat memiliki sertifikat sebagai tanda bukti hak hukum atas tanah yang mereka miliki, maka sengketa-sengketa lahan bisa berkurang dan bahkan hilang sama sekali.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X