Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menyatakan, banyaknya kritikan hingga caci-maki yang kerap diterima pejabat publik akibat kebijakan yang diambil hingga cara kepemimpinannya, jangan disikapi dengan perasaan (baper). Namun, sikapi sebagai bentuk motivasi untuk memperbaik kualitas diri.
"Jangan terlalu baper-lah sebagai pejabat harusnya mencotohkan kesabaran pada rakyatnya," ucapnya saat dihubungi Indozone, Jum'at, (7/2/2020).
Menurutnya, perihal kritik pedas tidak ada kaitannya lagi dengan Pilkada yang sudah berlalu. Fenomena kritik keras ini merupakan dampak dari kemajuan teknologi, terutama soal media sosial.
"Setiap anggota masyarakat berhak menyuarakan unek-unek dan pikirannya. Satu sisi memang masyarakat harus lebih bijak menggunakan media sosial. Kedua, pejabat publik yang mendapat sindiran dan kritikan harusnya lebih bersabar," ungkapnya.
Hendri mengatakan, seorang pejabat dipilih tentunya memiliki tingkat intelektualitas dan kecakapan yang lebih tinggi dari masyarakatnya. Jadi, sambungnya, kalau dapat kritikan harus dipikirkan dulu, berarti ada kekurangan yang perlu ditingkatkan.
Belum lagi, Hendri menambahkan, sebagai pejabat perlu ada komunkikasi yang baik dengan masyarakat. Jika muncul banyak kritik, bisa jadi komunikasi pejabat tersebut tidak baik.
"Misal kasus Risma pada masyarkatnya, maka harusnya Risma menyelesaikannya dengan komunikasinya," pungkasnya.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mendapat hinaan yang menyebut dirinya sebagai kodok. Pun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang sempat ramai saat beredar meme joker Anies yang diunggah oleh Ade Armando lewat akun Facebook-nya. Kedua penghinaan ini berujung pada laporan dan proses di Kepolisian.