Sering Kebocoran Data, Pemerintah Didesak Keluarkan Kebijakan Perkuat Keamanan Siber

- Senin, 22 November 2021 | 11:03 WIB
Ilustrasi keamanan siber dalam kasus kebocoran data. (Pixabay).
Ilustrasi keamanan siber dalam kasus kebocoran data. (Pixabay).

Anggota Komisi I DPR RI  Sukamta meminta agar pemerintah mengeluarkan kebijakan perihal keamanan siber, menyusul berulang kali mengalami kebocoran data.

Terbaru, kata Sukamta, adalah kebobolannya situs BSSN dan bocornya data anggota Polri. Sebanyak 28.000 data anggota Polri dibagikan di Raidforum yang mencakup nama, alamat, pangkat, satuan kerja, tanggal lahir, jenis pelanggaran, nomor HP, dan email. Ini semua dilakukan dengan serangan siber.

“Yang lebih penting juga pemerintah harus mengeluarkan kebijakan umum tentang siber yang kuat, tentunya dalam koridor peraturan dan perundang-undangan,” kata Sukamta kepada Indozone, Senin (22/11/2021).

Ia mengatakan, dalam Undang-Undang (UU) RI No. 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) bahwa serangan siber merupakan ancaman terhadap negara.

Maka dari itu Sukamta berkata perlunya peningkatan awareness para pimpinan lembaga terhadap data security, update technology, peningkatan kapasitas SDM dan anggaran. Apalagu  kondisi ketahanan dan keamanan siber (KKS) kita sangat lemah. Pekerjaan rumah (PR) ini harus dikelola dari hulu hingga hilir.

“Pekerjaan hulu tentunya ada pada peraturan dan perundangan-undangan. Dunia maya kita perlu diatur agar tidak menjadi rimba belantara. Hingga saat ini baru UU ITE yang mengatur ranah siber kita,” ungkap Sukamta.

Baca Juga: Detik-detik Polisi Ditabrak Bandar Narkoba di Cirebon, Saksi Mata Dengar 6 Suara Tembakan

Dia mengingatkan peran penting legislasi dalam penguatan siber dari hulu. Jika menggunakan Diagram Venn, maka himpunan semestanya adalah relasi internet dan manusia.

“Lalu di dalamnya ada himpunan KKS (cyber security & defense), keamanan data (data security), transaksi elektronik, cyber crime, perilaku manusia sebagai pengguna internet (digital / information behavior), digital sovereignity dan semuanya beririsan pada soal pelindungan data yang salah satunya adalah pelindungan data pribadi. Nah, masih banyak himpunan yang kosong belum ada regulasinya,” tegas dia.

Oleh sebab itu Sukamta berkata  penting adanya RUU KKS dan RUU Perlindungan Data Pribadi. Diharapkab RUU KKS bisa dimasukkan kembali dalam Prolegnas. Dan semoga RUU PDP segera selesai dan disahkan menjadi undang-undang.

"Namun, mengingat kondisi yang mendesak, sementara waktu untuk pembuatan undang-undang tidak sebentar, Saya mendesak pemerintah agar mengeluarkan kebijakan untuk memperkuat siber kita," papar Sukamta.

Saat ini dunia Siber kita ditangani setidaknya oleh BSSN dan Dittipidsiber (Direktorat Tindak Pidana Siber) Polri. Dasar hukum BSSN adalah Perpres No. 53 tahun 2017 jo. No. 28 tahun 2021 dan menurutnya tidak cukup.

BSSN, lanjut Sukamta, harus diperkuat dengan sebuah undang-undang, karena BSSN diharuskan mengoordinasikan semua fungsi KKS di lembaga-lembaga publik secara nasional. Diharapkan tak ada ego sektoral di sini, karena bisa menghambat dan memperlambat semuanya.

"Yang perlu diperhatikan juga adalah soal diplomasi siber yang merupakan jembatan bagi negara kita untuk bekerja sama dengan negara-negara lain, khususnya terkait investigasi dan penindakan terhadap pelaku kejahatan siber dari negara lain. Seperti kasus situs BSSN dan data Polri ini kan klaimnya pelaku berasal dari Brazil. Yurisdiksi harus jelas diperkuat dengan diplomasi siber," tukasnya.
 

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X