Simak, Rahasia Mengapa Rupiah Tetap Perkasa di Tengah Tekanan Global

- Jumat, 1 November 2019 | 15:34 WIB
Ilustrasi mata uang (Pexels/Artem Beliaikin)
Ilustrasi mata uang (Pexels/Artem Beliaikin)

Indonesia meski berbangga karena kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tetap dalam stabilitas yang terjaga di kisaran Rp 14.000/US$, meski hantaman situasi global terus terjadi. 

Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, rupiah bisa bertahan dalam kondisi stabil karena kondisi ekonomi Indonesia yang dianggap masih cukup baik, dengan tingkat inflasi yang rendah dan tetap prospektif untuk investasi. 

"Itu menunjukkan masih ada ruang bagi nilai tukar Rupiah untuk lebih menguat, dan sudah terbukti kan beberapa kali (kurs supiah) di bawah Rp 14.000/USD," ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo di komplek Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (1/11). 

Perry juga menyebut ketangguhan rupiah sudah teruji pada saat bank sentral Amerika (The Federal Reserve/The Fed) beberapa waktu lalu memangkas suku bunga acuan dan hal tersebut tidak serta merta memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stabilitas nilai tukar rupiah. 

"Rupiah masih relatif stabil sesuai mekanisme pasar. Karenanya terima kasih kepada dunia perbankan dan dunia usaha yang memang menjaga stabilitas rupiah dengan supply dan demand yang baik," tuturnya. 

Sebelumnya, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) merilis bahwa stabilitas sistem keuangan yang terkendali didukung oleh ketahanan perbankan yang terjaga, likuiditas yang memadai, serta pasar uang yang stabil. 

Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang tinggi dan risiko kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah. 

Kecukupan likuiditas tetap baik, tergambar dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi. Perkembangan ini berkontribusi pada penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang searah dengan pelonggaran suku bunga kebijakan moneter.

Bila mengacu data pasar, nilai mata uang rupiah di pasar spot tercatat  masih mengalami depresiasi 2,36 persen, terhitung sejak sejak awal tahun ini hingga awal November (year to date). 

Rupiah sendiri sempat berada di bawah level Rp 14.000 per US$ pada akhir Januari-Februari, yaitu di level Rp 13.920 per US$. Meski demikian, rupiah juga sempat menyentuh level tertingginya di tahun ini, yaitu di angka Rp 14.525 per US$ pada Mei 2019 sebelum kemudian berbalik menguat pada Juni dan September 2019 di kisaran Rp 13.900 per US$. (SN)

Artikel Menarik Lainnya: 

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X