Kasus Jilbab di SMKN 2 Padang, KPAI Harap Ada Evaluasi Aturan dan Diskriminatif di Sekolah

- Selasa, 26 Januari 2021 | 16:57 WIB
Ilustrasi sekolah. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)
Ilustrasi sekolah. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berharap dengan adanya kasus SMKN 2 Kota Padang menjadi pintu masuk bagi pembenahan dan evaluasi berbagai aturan di sekolah di daerah yang diskriminatif dan berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) atau hak-hak anak sebagai diatur dalam UU Perlindungan Anak. 

“Apalagi banyak survey dan penelitian yang memberikan fakta lapangan bahwa terjadi praktik-praktik intoleransi di sekolah di berbagai daerah di Indonesia,” ucap Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangannya, Selasa (26/1/2021).

Retno menyebutkan, menurut hasil penelitian dari Wahid Institute, sebagian guru, termasuk kepala sekolah, cenderung lebih memprioritaskan kegiatan ataupun nilai-nilai agama mayoritas saja. 

“Selain itu, sebagian guru juga dinilai tidak dapat membedakan antara keyakinan pribadinya dengan nilai dasar toleransi yang seharusnya ia ajarkan ke muridnya,” terangnya.

Baca Juga: Paksa Siswi Menggunakan Jilbab, DPR Desak Sekolah dan Guru Diberi Peringatan Keras

Ia pun kemudian memberikan contoh yang terjadi di Bali pada tahun 2014. Saat itu terjadi kasus pelarangan penggunaan jilbab di beberapa sekolah seperti SMPN 1 Singaraja dan SMAN 2 Denpasar.

Selain itu Juni 2019 lalu, surat edaran di Sekolah Dasar Negeri 3 Karang Tengah, Gunung Kidul, Yogyakarta, menimbulkan kontroversi karena mewajibkan siswanya mengenakan seragam Muslim. 

Dari berbagai kasus intoleransi dan diskriminasi yang terjadi di sekolah, maka KPAI mendorong pengarusutamaan nilai-nilai kebhinekaan di sekolah-sekolah negeri. Sekolah harus menjadi tempat strategis membangun kesadaran kebhinekaan dan toleransi. 

“Upaya-upaya yang bisa dilakukan dengan peningkatan kapasitas kepala sekolah, guru-guru, termasuk pejabat di dinas pendidikan atau kementerian pendidikan,” ungkap Retno.

“Harus ada partisipasi orang tua murid untuk memastikan agar anak-anak mereka tidak mengalami diskriminasi atau mengambil jalan pemahaman intoleran. Mereka bisa melaporkan kasus-kasus diskriminasi kepada lembaga pengawas eksternal seperti Ombudsman atau organisasi masyarakat sipil yang bergerak di isu ini,” tambahnya.
 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X