Jelang Pilkada 2020, Mahar Politik Harus Jadi Perhatian dan Diawasi

- Jumat, 26 Juni 2020 | 18:54 WIB
Ilustrasi maskot Pilwakot. (Foto: ANTARA/Irfan Anshori)
Ilustrasi maskot Pilwakot. (Foto: ANTARA/Irfan Anshori)

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk melanjutkan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Masa pendaftaran pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang sedianya akan dilakukan pada periode 16-18 Juni diundur menjadi 28 Agustus hingga 3 September 2020.

Manajer Riset dan Program dari The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono, mengatakan bahwa jika memperhatikan kondisi dan tahapan ini, menarik untuk diperhatikan tentang munculnya mahar politik jelang pendaftaran calon kepala daerah.

Dalam kajian TII berjudul “Praktik Mahar Politik dan Masa Depan Pilkada Serentak Di Indonesia” membuktikan bahwa praktik mahar politik jelang Pilkada sangat penting untuk diawasi.

Pada Pilkada sebelumnya, praktik mahar politik pun dinilai selalu marak terjadi, bahkan telah banyak laporan penelitian dan pemberitaan di media massa yang menyatakan adanya praktik mahar politik tersebut.

"Padahal pemberian mahar politik telah dilarang berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Di Pasal Pasal 187 B dan 187 C disebutkan larangan bagi partai politik atau gabungan partai politik menerima imbalan dalam bentuk apapun selama proses pencalonan kepala daerah. Peraturan itu juga melarang setiap orang memberikan imbalan kepada partai dalam proses pencalonan pilkada," kata Arfianto kepada Indozone dalam penjelasannya di Jakarta, Jumat (26/6/2020).

Lelaki yang akrab disapa Anto ini mengungkap, permasalahan mahar politik sejatinya disebabkan lemahnya persoalan institusionalisasi partai politik (Parpol) di Indonesia. Persoalan institusionalisasi partai disebabkan karena pertama, masih kuatnya pengaruh figur di internal Parpol, di mana ciri dari belum kuatnya institusionalisasi parpol adalah dominasi personal dari seorang elit politik.

"Konsekuensi dari kuatnya pengaruh elit dalam tubuh partai politik di Indonesia menyebabkan rekruitmen politik hanya dikuasai oleh sekelompok orang. Kuatnya pengaruh elit dalam rekrutmen politik menyebabkan biaya politik untuk menempati jabatan politik menjadi mahal. Hal ini dikarenakan para kandidat harus menyerahkan mahar politik kepada partai politik. Padahal rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi yang penting dari partai politik," terangnya.

Dia menyampaikan, fungsi ini di antaranya berkaitan dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan yang lebih luas baik, di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, seperti dalam Pilkada.

-
Warga melintas di depan mural bertema pemilihan umum. (Foto: ANTARA/Fauzan)

Karena itu, untuk menghilangkan mahar politik dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, upaya-upaya yang harus dilakukan adalah pertama, penguatan kelembagaan Parpol agar menjadi institusi demokrasi yang kuat dan berjalan dengan optimal.

"Kedua, upaya perbaikan rekrutmen politik. Rekrutmen politik harus dilakukan dengan menerapkan asas kesetaraan, merit sistem, dan representasi gender. Proses rekrutmen politik juga harus dijalankan dengan asas terbuka, transparan, dan akuntabel. Hal ini juga krusial untuk memberi insentif bagi para kader partai politik dalam menjajaki karir politik, jika partai politik memiliki mekanisme yang jelas dan lembaga yang kondusif terkait rekrutmen dan nominasi kandidat dalam kompetisi politik maupun dalam menduduki posisi struktural dalam manajemen organisasi partai politik," paparnya.

Cara ketiga, sambungnya, adalah menuntut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk secara serius menindaklanjuti temuan tentang adanya mahar politik yang terjadi dalam Pilkada 2020. Lalu, diperlukan sinergi antara Bawaslu dan aparatur penegak hukum lainnya, seperti Kepolisian dan KPK untuk mengusut praktik mahar politik yang dilakukan pada Pilkada 2020.

Hal ini juga harus diikuti oleh proses penegakan hukum yang tegas seiring dengan bukti yang kuat.

"Kelima, mendorong KPU untuk  bersikap konsisten dalam menjalankan aturan dana partai dan kampanye. KPU harus tegas dalam memberikan sanksi, jika terdapat partai yang melanggar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), termasuk dalam peraturan dana kampanye," lanjutnya.

"Keenam, menuntut Parpol dan tim pasangan calon kepala daerah untuk patuh dan segera menyerahkan laporan dana kampanye kepada KPU, serta mendorong Parpol dan calon kepala daerah untuk menginformasikan kepada publik tentang laporan dana kampanyenya, misalnya melalui website. Ketujuh, mendorong kelompok masyarakat sipil untuk proaktif dalam melakukan pengawasan terkait praktik mahar politik dalam Pilkada 2020," tutupnya.

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X