Fraksi NasDem Sebut Belum Ada Urgensi Untuk Amandemen Terbatas UUD 1945

- Rabu, 25 Agustus 2021 | 09:28 WIB
Ketua Fraksi NasDem di MPR Ri Taufik Basari. (instagram/@taufikbasari_official)
Ketua Fraksi NasDem di MPR Ri Taufik Basari. (instagram/@taufikbasari_official)

Ketua Fraksi Partai NasDem di MPR RI Taufik Basari mengatakan partainya belum melihat adanya urgensi untuk dilakukannya amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

"Sikap NasDem sudah jelas terkait usulan amandemen terbatas terhadap UUD NRI 1945, kita melihat bahwa saat ini belum ada urgensi untuk dilakukan amandemen konstitusi," kata Taufik, Rabu (25/8/2021).

Dia menilai untuk memutuskan apakah perlu dilakukan amandemen atau tidak, harus ada pelibatan publik secara luas, tidak bisa hanya ditentukan oleh pimpinan MPR atau sebagian fraksi di MPR saja.

"Idealnya, ada konsultasi publik yang masif sehingga akan terlihat apa yang menjadi harapan masyarakat," tuturnya.

Taufik menekankan bilamana amandemen konstitusi ini berbeda dengan pembuatan UU, konstitusi adalah hukum dasar, karena itu melakukan amandemen konstitusi berarti melakukan perubahan fundamental yang akan mempengaruhi sistem tata negara dan proses kebangsaan kita.  Kebutuhan amandemen harus menjadi kebutuhan rakyat, bukan kebutuhan elite.

"Gagasan amandemen konstitusi harus menjadi hasil musyawarah dengan kepentingan rakyat yang dijalankan oleh MPR. Itulah yang harus menjadi legitimasi moral jika ingin melakukan amandemen kelima terhadap UUD NRI 1945," tegasnya.

Anggota Komisi III DPR RI ini berujar, keinginan untuk melakukan amandemen kelima secara terbatas yang muncul saat ini tidak berangkat dari sebuah evaluasi bersama rakyat. Hal itu berbeda dengan dengan amandemen kesatu hingga keempat tahun 1999-2002, yang merupakan satu rangkaian serta didasarkan satu kebutuhan mendesak melakukan perubahan sistem bernegara setelah terjadi reformasi tahun 1998.

"Karena itu konsultasi publik yang masif harus dilakukan agar gagasan amandemen ini menjadi diskursus publik dan memiliki landasan kebutuhan yang kuat. Namun karena masa pandemi ini tentu tentu sulit kita berharap konsultasi publik dapat berlangsung optimal, karena itu tidak tepat jika mendorong amandemen konstitusi di tengah pandemi seperti ini," ungkap Taufik.

Lebih lanjut Taufik mengutarakan gagasan amandemen terbatas hanya untuk satu atau dua pasal juga sulit dilakukan, karena norma konstitusi kait berkait antara yang satu dengan lainnya.

Kemudian, sambung Taufik, keinginan untuk melakukan amandemen terbatas yakni hanya untuk mengakomodir kembalinya GBHN yang dulu sudah dihapus dalam amandemen ketiga, dengan memunculkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tidak bisa serta merta dilakukan begitu saja tanpa berdampak kepada sistem ketatanegaraan saat ini. Seperti kedudukan MPR sebagai lembaga negara serta kedudukan dan pertanggungjawaban Presiden.

"Sementara jika tetap ingin melakukan amandemen terbatas maka akan selalu berpotensi membuka kotak pandora untuk melakukan perubahan pada pasal-pasal lain. Tetapi karena sekali lagi, perubahan amandemen harus berbasiskan kepada adanya kebutuhan dengan keinginan yang kuat dari rakyat, maka suara rakyat harus terlebih dahulu didengarkan," ujarnya.

Maka dari itu, Taufik menjelaskan Fraksi Partai NasDem di MPR RI menempatkan suara rakyat ini menjadi dasar untuk menentukan apakah ada kebutuhan akan amandemen konstitusi atau tidak dan hal apa yang harus dilakukan perubahan, berdasarkan evaluasi terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Oleh karena itu untuk mendapatkan jawaban ini terlebih dahulu NasDem akan bertanya kepada rakyat, karena kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Selama belum ada kebutuhan yang kuat dari rakyat, maka belum perlu untuk melakukan amandemen kelima terhadap UUD NRI 1945," tutupnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X