Presidential Threshold Inkonstitusional, Demokrat Dukung Gugatan Gatot Nurmantyo

- Rabu, 15 Desember 2021 | 16:03 WIB
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. (Instagram/@nurmantyo_gatot)
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. (Instagram/@nurmantyo_gatot)

Partai Demokrat memberi dukungan terhadap upaya mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, yang mengajukan judicial review terhadap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gatot menggugat ambang batas pencapresan (presidential threshold) yang ditetapkan 20%, agar menjadi 0%.

“Kami menghormati dan menghargai hak hukum yang ditempuh oleh Pak Gatot Nurmantyo melalui kuasa hukumnya, yang mengajukan judicial review terhadap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” kata Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, kepada Indozone, Rabu (15/12/2021).

Kamhar mengatakan, pihaknya sangat memahami jika Pasal yang mengatur tentang ketentuan presidential threshold ini dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945 dan hasil amandemennya.

Menurutnya, hasil amandemen UUD 1945 tidak menyebutkan ketentuan presidential threshold. Pasal 6A Ayat 2 amandemen ketiga UUD 1945, hanya menyebutkan bahwa “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum.”

“Jadi jelas dan tegas, tak ada ketentuan tentang presidential threshold,” ujar Kamhar.

Lebih jauh Kamhar menyatakan, selama ini presidential threshold menjadi hambatan bagi munculnya putra-putri terbaik bangsa di panggung pemilihan presiden.

Tak hanya membatasi pilihan rakyat, ini juga bertentangan dengan fungsi partai politik dalam hal rekruitmen kepemimpinan nasional.

“Rakyat berhak mendapatkan banyak pilihan calon Presiden dan Wakil Presiden. Kita tak kekurangan stok calon pemimpin bangsa yang berkualitas dan handal,” kata Kamhar menegaskan.

Selain itu, menurut dia terbatasnya aspirasi kepemimpinan karena Presidential Threshold ini turut memberikan dampak negatif yang membuat terjadinya pembelahan di masyarakat. Hal ini terbukti saat Pilpres 2014 dan 2019 silam.

“Biaya sosial, ekonomi, dan politik yang mesti ditanggung sebagai bangsa malah jauh lebih besar. Ini kontra produktif dengan ikhtiar konsolidasi demokrasi yang hendak dituju. Pembelahan yang terjadi semakin menumbuhsuburkan politik post truth, penyebaran hoax secara masif, buzzerRp, dan sebagainya, yang mendistorsi diskursus publik,” ujar Kamhar membeberkan.

Kemudian menurutnya, presidential threshold tidak relevan sebagai justifikasi jika yang dikehendaki adalah penyederhanaan partai politik sebagai ikhtiar peningkatan derajat dan kualitas demokrasi.

Maka dari itu, menurut Kamhar, pihaknya sangat menghargai dan sependapat dengan pemikiran-pemikiran bahwa presidential threshold ini mesti ditinjau kembali.

“Bagi setiap partai politik yang telah memenuhi ketentuan dan berhak menjadi peserta Pemilu, bisa mengusung pasangan capres dan cawapres, baik secara sendiri-sendiri atau dalam bentuk koalisi. Itu menjadi hak dan berpulang pada kepentingan strategis masing-masing partai politik,” ujarnya.

Artikel Menarik Lainnya :

Editor: Gema Trisna Yudha

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X