BMKG Beberkan 3 Faktor Pemicu Cuaca Ekstrem Hingga 2 Januari 2023

- Rabu, 28 Desember 2022 | 10:37 WIB
Ilustrasi petugas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)
Ilustrasi petugas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, berdasarkan pantauan pihaknya, dinamika atmosfer di sekitar Indonesia masih berpotensi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah.

Peningkatan intensitas hujan mulai terjadi pada 28 Desember hingga 2 Januari 2023 dan melemah pada 5-6 Januari.

“Kondisi dinamika atmosfer yang dapat memicu peningkatan curah hujan tersebut antara lain, masih sama dengan 21 Desember, namun intensitas semakin menguat,” kata Dwikorita dalam siaran pers, Rabu (28/12/2022).

Dwikorita menuturkan terdapat beberapa fenomena yang memicu peningkatan cuaca ekstrem yakni aktivitas Monsun Asia, seruak udara dingin dan fenomena aliran lintas ekuator yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara lebih intensif di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan selatan.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, seruakan udara dingin Asia merupakan fenomena yang lazim terjadi saat monsun Asia aktif yang mengindikasikan potensi aliran masa udara dari wilayah Asia menuju ke selatan.

Dampak dari munculnya seruakan dingin tersebut, lanjut Dwikorita, dapat meningkatkan potensi curah hujan di wilayah barat Indonesia apabila disertai dengan fenomena cross equatorial northly South atau arus lintas ekuatorial. 

Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya aliran masa udara dingin dari utara yang masuk ke wilayah Indonesia melintasi ekuator.

“Dampak adanya seruakan dingin dari Asia yang disertai arus lintas ekuatorial dapat berdampak secara tidak langsung pada peningkatan cara hujan. Dan ini yang paling penting, kecepatan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator,” tutur Dwikorita.

“Sesuai pada prediksi 21 Desmber 2022 lalu, kecepatan angin yang tinggi ini sudah terjadi, dapat mencapai lebih dari 40 knots, itu sudah terjadi dan masih dapat terus terjadi,” imbuhnya.

Lebih jauh lagi, Dwikorita memaparkan, berdasarkan pantauan BMKG, fenomena tersebut terlihat di titik di wilayah Indonesia barat dan selatan pada 28 Desember yang berdampak di wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah.

Kemudian semakin meluas dan pekat pada 29 Desember yang menunjukkan intensitas semakin tinggi dan semakin besar pula potensi untuk menjadi cuaca ekstrem.

“Tanggal 29 itu meluas bahkan masuk ke Jabar, Sumatera bagian selatan, barat, dan juga masih ada di sebagian Jateng, Jatim, sampai ke nusa Tenggara, barat, timur sampai ke selatan Papua,” papar Dwikorita.

“Dan masih kuat atau semakin kuat, tanggal 30 Desember juga masih kuat, bahkan 1 januari hampir menutupi seluruh wilayah Indonesia, peta Indonesia hampir tidak terlihat tertutup warna hijau tua pekat,” sambungnya.

Dwikorita melanjutkan, fenomena Mosun Asia tersebut kemudian mulai berkurang pada 4 Januari. Namun, fenomena itu masih menutupi sebagian wilayah sumatera, Laut Natuna, dan juga wilayah Jawa Barat, Banten, wilayah Indonesia selatan, yaitu Jawa Timur, sampai Nusa Tenggara dan Laut Arafuru.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X