Lawan Radikalisasi, Muslim Sri Lanka Hancurkan Masjid Pelaku Teror

- Senin, 10 Juni 2019 | 15:57 WIB
BBC
BBC

Pada 21 April 2019 terjadi serangan bom bunuh diri yang menewaskan lebih dari 250 orang di tiga gereja dan tiga hotel mewah di Sri Lanka.  Setelah rangkaian serangan itu terjadi, sebuah kelompok Islam fundamentalis dituduh menjadi dalang peristiwa itu.

"Setelah rangkaian serangan Paskah, orang-orang non-Muslim di kota kami memandang seakan kami teroris," kata M.H.M.Akbar Khan, seorang warga di Madatugama, Sri Lanka.
-
(Source: BBC)
Atas tuduhan itu, sekelompok umat Muslim di Sri Lanka membuktikan bahwa mereka tidak seperti apa yang dituduhkan. Mereka kemudian menghancurkan sebuah masjid yang disebut-sebut sebagai tempat ibadah oleh para anggota National Thowheed Jamath (NTJ). 

"Setelah serangan terjadi, polisi berkali-kali mengunjungi masjid tersebut. Hal ini membuat jemaah khawatir dan risau. Rasa saling tidak percaya juga semakin menjadi-jadi antara kami dan komunitas lainnya," jelas Akbar Khan.

Aksi penghancuran tersebut menunjukkan langkah yang siap ditempuh komunitas Muslim untuk melawan ekstremisme atau radikalisasi. Dengan perkakas sederhana seperti godam dan linggis, para jemaah setempat menghancurkan masjid itu.

"Kami menghancurkan menara dan ruang sembahyang kemudian menyerahkan lokasi ke pemilik aslinya," lanjutnya.

Namun, aksi penghancuran masjid itu tidak diterima semua orang. Salah satu kaum yang dianggap paling paham soal Islam di Sri Lanka bernama All Ceylon Jamiyyathul Ulama mengatakan tempat ibadah seharusnya tidak diganggu.

"Semua masjid milik Allah, terlepas siapa pengurusnya. Menghancurkan dan merusak masjid bertentangan dengan rukun Islam," begitu pernyataan resmi dari organisasi itu.

Sementara itu, Kepala Jurusan Sosiologi di South Eastern University, Sri Lanka, Dr A Rameez mengatakan komunitas Muslim mengambil langkah proaktif dalam melawan radikalisme. Sedikitnya, 10-15 persen dari semua masjid bisa jadi dikelola oleh kelompok berpaham radikal, salah satunya Wahhabi.
-
(Source: BBC)
"Komunitas bisa mengalihfungsikannya seperti perpustakaan atau pusat kesehatan. Jika kita menghancurkan masjid, maka kita perlu menghancurkan ratusan masjid sekalian," kata Dr A Rameez.

Selama 20 tahun terakhir, kelompok-kelompok Muslim yang diilhami berbagai spektrum idelologi Wahhabi mendapat cukup banyak pengikut.

Menurut Dr. Rameez, komunitas Muslim Sri Lanka selama bertahun-tahun menoleransi kaum garis keras yang mengkafirkan sesama Muslim. Namun, bungkamnya komunitas Muslim justru membantu kelompok garis keras untuk melakukan perubahan secara paksa.

Seorang pegiat sosial deradikalisasi, Md. Hisham mengatakan bahwa internet juga sangat berkontribusi pada proses radikalisasi.

"Anak muda belajar Islam melalui Google. Mereka berkunjung ke kelompok-kelompok diskusi dan menyaksikan vide-video YouTube. Dunia maya didominasi oleh kaum radikal," katanya.
-
(Source: BBC)
Menurut Hisham, penghancuran masjid merupakan pesan simbolis yang kuat. Walau sepakat bahwa deradikalisasi di kalangan umat Muslim Sri Lanka harus menjadi prioritas, namun tidak ada yang boleh menyampaikan ideologi kebencian.

Sementara itu, setelah serangan pada April lalu, pemerintah melarang pemakaian cadar di tempat umum. Melalui surat edaran, pemerintah memberlakukan status darurat dan mewajibkan pemakaian bahasa resmi Sri Lanka, yaitu Tamil, Sinhala, dan Inggris. Status darurat tersebut akan berakhir pada 22 Juni mendatang.

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X