Waspada Gelombang Kedua Wabah Virus Corona, Bisa Semakin Parah?

- Senin, 11 Mei 2020 | 18:42 WIB
Ilustrasi penduduk Jepang menghadapi virus corona (FINANCIAL TIMES)
Ilustrasi penduduk Jepang menghadapi virus corona (FINANCIAL TIMES)

Baru-baru ini, banyak negara yang berencana untuk melonggarkan pembatasan sosial. Namun Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson dan Kanselir Jerman, Angela Merkel mengaku prihatin tentang potensi gelombang kedua wabah virus corona di seluruh dunia. 

Akankah ada gelombang kedua?

Epidemi penyakit menular memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Seperti diketahui, pada wabah influenza 1918 menelan korban lebih dari 50 juta orang. Wabah ini dianggap sebagai contoh pandemi yang terjadi dalam beberapa kali gelombang. 

Pandemi flu lainnya termasuk pada 1957 dan 1968. Kemudian pandemi influenza A H1N1 pada 2009 terjadi dua gelombang. Pertama di bulan April di Amerika Serikat dan belahan bumi Utara, kemudian gelombang kedua hadir kembali di musim gugur. 

Lantas bagaimana dan mengapa wabah penyakit bisa terjadi dalam berbagai gelombang? Semua itu tergantung bagaimana kesiapan suatu negara dalam menghadapi pandemi.

Mulai dari perilaku sosial hingga kebijakan otoritas kesehatan wilayah hingga persiapan vaksinasi sebagai penangkal virus di wabah lanjutan. 

Sementara itu, gelombang kedua dan puncak dalam periode pandemi diperlukan teknis penanganan berbeda. Meski pada dasarnya kekhawatiran terhadap penyakit tersebut tetap ada. 

Bagaimana dengan pandemi Covid-19?

-
Ilustrasi lonjakan kasus corona (Reuters)

Di beberapa negara sudah menunjukkan angka penurunan kasus virus corona yang signifikan. Sebut saja Tiongkok dan Singapura, namun beberapa kasus justru melejit kembali dengan adanya kasus impor. 

"Pengetesan dan pembatasan sosial itu perlu dan penting," kata Ben Cowling, profesor dari School of Public Health di Universitas Hong Kong, sebagaimana dikutip CNBC, Senin (11/5/2020). 

Hal itu bisa terlihat dari cara Singapura menghadapi pandemi di negaranya. Singapura mengadakan pengujian berskala besar hingga pada Januari kasus infeksi dinilai mereda, meski akhir-akhir ini ada ledakan kasus mendadak. 

"Di Singapura mereka memilih pengetesan dan pelacakan kasus sebagai prioritas dan tampaknya berfungsi dengan baik," tambahnnya.

Menurutnya, ada tantangan nyata untuk menekan angka infeksi di suatu negara. Pengecekan massal dan pelacakan kasus akan lebih efekti jika didukung oleh regulasi pembatasan sosial yang optimal. 

Kekhawatiran tersebut terjadi di Amerika Serikat. Sejak awal Mei, sejumlah negara bagian melonggarkan pembatasan sosial dan baru-baru ini, laju penambahan kasus baru di AS meningkat secara bertahap hingga 2,38 persen. 

Sementara itu di kota Wuhan, Tiongkok, yang merupakan pusat penyebaran virus corona, diketahui laju penambahan kasus baru sangat sedikit. Itu disebabkan karena sejak awal mereka ketat melaksanakan pembatasan sosial sampai benar-benar dipastikan "sukses" melawan virus corona. 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X