Pimpinan DPR Tegaskan Penghapusan Hak Buruh Mulai Pesangon hingga PHK Adalah Hoaks

- Rabu, 7 Oktober 2020 | 11:48 WIB
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. (INDOZONE/Sarah Hutagaol)
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. (INDOZONE/Sarah Hutagaol)

DPR RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020. Hingga saat ini, media sosial pun masih diramaikan dengan isu hoaks terkait hak buruh dalam RUU Ciptaker.

Menanggapi isu ini, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin membantah kabar bohong atau hoaks yang beredar di media sosial, khususnya terkait hak-hak buruh yang ada dalam RUU Ciptaker.

Dia menegaskan bahwa uang pesangon, Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan HMSP tetap ada dalam RUU Ciptaker.

"Poin-poin yang terdapat dalam Undang Undang Cipta Kerja seperti Uang Pesangon, UMP, UMK, HMSP yang dikabarkan dihilangkan, itu tidak benar atau informasi bohong," kata Azis di Jakarta, melansir Antara, Rabu (7/10/2020).

Uang pesangon tetap ada dalam RUU Ciptaker yaitu tercantum dalam Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156.

Dalam Pasal 156 ayat (1) disebutkan bahwa dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4) mengatur pemberian uang pesangon, uang penghargaan, dan uang pengganti hak berdasarkan masa kerja para pekerja.

"Uang pesangon tetap ada tercantum di Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156 dan upah minimum tetap ada," ujar Azis.

Azis juga membantah soal aturan upah buruh yang dihitung per-jam, hak cuti hilang dan "outsourcing" diganti dengan kontrak seumur hidup yang ramai diperbincangkan warganet.

"Jangan sampai informasi yang salah semua ini terus disebarkan dan berdampak pada hajat hidup orang banyak," katanya.

Dalam Pasal 79 ayat (3) disebutkan bahwa cuti yang ada dalam ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

Lalu di ayat (4) disebutkan, pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Azis mengatakan, tidak akan adanya status karyawan tetap juga merupakan informasi yang bohong atau hoaks karena dalam UU Cipta Kerja status karyawan tetap masih ada yaitu tercantum dalam Bab IV pasal 89 tentang perubahan terhadap pasal 56 Uu 13 Tahun 2003.

"Semua pekerja pasti mengharapkan menjadi karyawan tetap, jadi tidak mungkin di hapuskan," katanya.

Halaman:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X