Wakil Ketua KPK Sebut Rencana Hukuman Mati untuk Koruptor Cerita Lama

- Rabu, 11 Desember 2019 | 12:46 WIB
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Ilustrasi/Globalpressjournal/Lily Padula
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Ilustrasi/Globalpressjournal/Lily Padula

Saut Situmorang selaku Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengatakan bahwa rencana penerapan hukuman mati untuk para pelaku korupsi adalah cerita lama.

"Ya sebenarnya itu cerita lama ya yang selalu ada di Pasal 2 tetapi di Pasal 2 itu kan dengan keadaan tertentu, yaitu kerugian negara, perekonomian negara yang sedang chaos dan kemudian pengulangan gitu," kata Saut di gedung Pusat Edukasi Anti Korupsi KPK, Jakarta, Selasa (10/12).

-
ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat

Adapun Pasal 2 yang dimaksud tersebut adalah Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor menyebutkan "(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan".

"Keadaan tertentu" yang dimaksudkan dalam pasal tersebut berarti pemberatan bagi pelaku tindak korupsi yang melakukan korupsi saat negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang, yang meliputi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

-
ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

"Jadi, kalau mau sebenarnya saya tidak terlalu tertarik bahas itu. Saya malah lebih tertarik bagaimana caranya kalau ada supir truk nyogok supir forklift di pelabuhan juga diambil gitu loh. Itu kan bukan kewenangan KPK? Iya, makanya undang-undang KPK-nya diganti dengan yang lebih baik, kemudian undang-undang tipikor-nya diganti," ujar Saut.

Menurut Saut, yang terpenting dalam kasus korupsi bukanlah besar kecilnya uang atau penerapan hukuman mati untuk pelaku, tapi tentang bagaimana penegak hukum bisa membawa para pelaku korupsi ke pengadilan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Korupsi tidak besar kecil, tidak soal bunuh membunuh atau hukuman mati tetapi bagaimana kita bisa membawa setiap orang yang bertanggungjawab besar atau kecil ke depan pengadilan. Makanya saya bilang, jangan terlalu main di retorika-retorika, main lah yang membuat Indonesia lebih sustain berubah secara substantif," tuturnya.

Saut juga mencontohkan negara-negara yang memiliki skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tinggi yang sudah mulai mengajarkan untuk mencegah korupsi sejak dini.

"Jadi, saya tidak terlalu tertarik kalau bicara hukuman mati, denda sekian karena kalau dari sisi pencegahan negara-negara besar mulai mendidik rakyat, yang di atas persepsi korupsi 85 itu mereka mulai bahkan mendidik anaknya kalau ketemu dompet cari alamatnya antar ke rumahnya. sesederhana itu," katanya.

Sebelumnya, seusai acara Pentas #PrestasiTanpaKorupsi di SMK 57 Jakarta, Presiden Jokowi mengatakan ada kemungkinan untuk menerapkan hukuman mati untuk pelaku korupsi jika masyarakat menyetujuinya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X