Bank Dunia Ramal Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 0% di 2020, Itu pun Ada Syaratnya

- Kamis, 16 Juli 2020 | 14:11 WIB
Ilustrasi logo Bank Dunia. (REUTERS/Yuri Gripas)
Ilustrasi logo Bank Dunia. (REUTERS/Yuri Gripas)

Kondisi perekonomian di tahun 2020 disebut oleh World Bank, merupakan kondisi ekonomi yang terparah sejak perang dunia kedua. Bahkan, World Bank dalam kajiannya menemukan kesimpulan bahwa perekonomian dunia akan mengalami kontraksi 5,2%, dengan dampak resesi yang tak pandang bulu, hingga menyerang negara maju sekalipun.

Hal itu disampaikan oleh World Bank Country Director for Indonesia and Timor-Leste Satu Kahkonen dalam paparannya secara virtual hari ini, Kamis (16/7/2020). Satu Kahkonen juga mengungkap bahwa resesi yang terjadi di negara-negara di dunia, akan mencapai tiga kali lebih tajam dari resesi yang terjadi pada 2009 lalu.

"Bahkan ekonomi negara maju juga menyusut signifikan," tuturnya.

Indonesia, kata Satu Kahkonen, diproyeksikan tahun ini hanya akan tumbuh 0%. Itupun akan sangat tergantung oleh tiga faktor utama yang harus dicatat, yakni kontraksi ekonomi global 5,2%, mulai dibukanya perekonomian pada Agustus, dan tidak adanya gelombang kedua pandemi.

"Bila ketiga asumsi berubah maka proyeksi akan berubah pula," kata Dia.

Krisis ini, kata Satu Kahkonen, akan selalu memberikan tantangan dan peluang. Hal inilah yang harus dimanfaatkan untuk membangun lagi negara yang lebih baik.

"Ada tiga reformasi yang perlu dilakukan untuk pemulihan," ungkapnya.

Reformasi yang pertama, kata dia, adalah perlunya disegerakan untuk pengesahan omnibus law. Omnibus law itu, kata Satu Kahkonen, akan memitigasi hambatan investasi. Menurutnya dengan meniadakan hambatan investasi, maka UU omnibus law akan menjadi struktur dasar investasi.

"Ini sinyal bagi dunia bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis," ucapnya.

Kemudian yang kedua, kata dia, yaitu reformasi BUMN untuk menggalakkan investasi. Menurutnya, Indonesia saat ini masih mengalami kesenjangan infrastruktur. Ia menyebut Indonesia masih membutuhkan anggaran senilai 1,36 triliun dolar AS untuk infrastruktur, namun hal itu tidak bisa serta merta ditutup dana publik. Indonesia harus bisa memobilisasi swasta.

"BUMN memang memiliki peran sentral untuk infrastruktur, namun limit fiskal juga membuat BUMN harus berhutang, jadi pembiayaan ini masih menjadi tantangan. Kolaborasi antara BUMN dan swasta adalah kunci mendorong infrastruktur," ungkapnya.

Kemudian yang ketiga, akselerasi kebijakan pajak. Satu Kahkonen menyebut bahwa penurunan ekonomi akan berdampak pada utang publik, artinya perlu ada belanja prioritas untuk bansos dan pendidikan. Hal ini akan menjadi tantangan bagi credit rating.

"Di sini nampak bahwa pajak penting untuk mendanai public spending yang sehat," pungkasnya.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X