Sistem Zonasi PPDB Bagus, Tapi...

- Selasa, 21 Juli 2020 | 18:19 WIB
Ilustrasi anak sekolah. (ANTARAFOTO/Septianda Perdana)
Ilustrasi anak sekolah. (ANTARAFOTO/Septianda Perdana)

Beberapa tahun terakhir, sistem zonasi menjadi acuan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Aturan tersebut tertuang dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.

Tujuan dari ditetapkannya sistem zonasi adalah agar anak-anak Indonesia mendapatkan akses pendidikan yang merata serta tidak ada lagi julukan sekolah favorit dan non favorit.

Diakui oleh ahli sosiologi pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat, PhD, sistem zonasi sebenarnya bagus. Pendekatan utama dari sistem zonasi adalah jarak antara rumah dengan sekolah yang terkait keselamatan siswa. Selain itu, secara prinsip akademik zonasi mendorong pemerataan akses pendidikan.

“Pendidikan di Indonesia itu masih berada dalam level strata, sekolah mana yang unggul, dan ini sudah ditanamkan bertahun-tahun. Sistem zonasi mencoba untuk men-dekonstruksi, menghilangkan labeling tersebut. Sistem zonasi dalam telaah literatur terbukti baik,” ujar Rakhmat dalam diskusi publik virtual bertajuk ‘Mengevaluasi Sistem Zonasi : Apakah Menjamin Hak Atas Pendidikan?’ yang diadakan LBH Jakarta, Selasa (21/7/2020).

Namun dirinya mengakui, sistem zonasi yang diterapkan dalam PPDB di Indonesia masih berantakan dan memiliki banyak masalah. Selama 4 tahun terakhir, selalu ada masalah yang timbul terkait sistem zonasi. Contohnya yang terjadi di Jakarta pada PPDB 2020.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan menetapkan PPDB 2020 dengan sistem zonasi memiliki kriteria seleksi berdasarkan usia. Hal ini membuat banyak anak yang tidak diterima di sekolah pilihannya karena kalah dengan usia yang lebih tua. Ditekankan oleh Rakhmat, seharusnya dalam sistem zonasi, aspek yang dilihat adalah jarak, bukan usia calon siswa.

“Zonasi menggunakan usia yang lebih tua, secara teori dan prinsip pendidikan, secara konseptual dan filosofis itu salah. Tidak ada dalih dengan logika apapun yang membenarkan zonasi dengan usia. Hal itu justru menjadi kontraproduktif karena zonasi sebenarnya berdasarkan jarak,” kata Rakhmat.

Tak hanya di DKI Jakarta, banyak pula daerah lain di Indonesia yang menemui masalah terkait penerapan sistem zonasi dalam PPDB. Rakhmat mengungkapkan, masalah-masalah tersebut harus segera diatasi hingga tuntas. Sebab bila tidak bisa berdampak besar pada akses dan hak pendidikan.

“Hati-hati kelas masyarakat menengah ke bawah yang tersingkir dari PPDB bermasalah bisa meningkatkan angka putus sekolah. Padahal pemerintah gencar mengatakan pendidikan untuk semua, ini menjadi kontraproduktif,” pungkas Rakhmat.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X