Yusril Ungkap Sosok Kemal Attaturk Tokoh Sekuler Kontroversial dan Polemik Nama Jalan

- Kamis, 21 Oktober 2021 | 18:52 WIB
Yusril Ihza Mahendra ungkap sosok kontroversial Kemal Attaturk. (Twitter)
Yusril Ihza Mahendra ungkap sosok kontroversial Kemal Attaturk. (Twitter)

Usut punya usut ternyata polemik penamaan Jalan Kemal Attaturk muncul dari permintaan Pemerintah RI agar nama jalan di dekat KBRI Ankara diganti dengan nama Jalan Soekarno, Proklamator dan Presiden RI.

Belakangan persoalan nama Jalan Kemal Attaturk mencuat ke permukaan dan menimbulkan polemik pro dan kontra.

Permintaan itu dikabulkan Pemerintah Turki. Sebagai balasannya, Pemerintah Turki juga meminta hal yang sama.

Agar ada jalan namanya Kemal Attaturk, tidak jauh-jauh dari Kedutaan Turki di Jalan Rasuna Said, Jakarta, kata Yusril Ihza Mahendra dalam keterangan tertulis, Kamis, (21/10/2021).

"Mustafa Kemal Pasya atau Kemal Attaturk adalah tokoh kontroversial. Bukan saja di Turki pada zamannya, tetapi juga di Indonesia dan banyak negeri Muslim yang lain," ujar Yusril.

Kemal adalah pemimpin militer Turki yang mengambil alih kekuasaan kekhalifahan di negaranya dan membubarkannya.

Dia membentuk sebuah Republik bercorak sekuler. Kekhalifahan Turki yang berdiri sejak zaman Osmaniyah dan dianggap simbol pemerintahan Islam dia bubarkan.

Kemal “memisahkan” antara agama (Islam) dengan negara.

Ketika Kemal mengambil alih kekuasaan, Kekhalifahan Turki memang sedang redup. Turki yang bergabung dengan Jerman dalam Perang Dunia I mengalami kekalahan.

Turki yang mulai lemah baik dari segi militer maupun ekonomi dipaksa mengikuti kehendak Inggris dan sekutunya.

Sementara Khalifah Turki tetap hidup glamor dan bermewah-mewah dalam suasana negara sedang terpuruk.

Pembangunan Istana super mewah Tohkapi di Istambul, dilakukan di zaman Turki sedang terpuruk itu. Istana itu tak sempat dihuni oleh Sultan Turki teakhir Mehmet VI karena keburu dikudeta Attaturk tahun 1924.

Kehidupan Sultan dan bangsawan Turki menuai kritik di dunia Islam sendiri karena dianggap jauh dari nilai-nilai Islam.

Mohammad Natsir dalam polemiknya dengan Sukarno tentang “persatuan agama dengan negara” menjelang kita merdeka mengatakan, dalam suasana seperti itu tidak perlu lagi “agama dipisahkan dengan negara” seperti diinginkan Sukarno, sebab dalam kenyataannya Islam sudah lama “dipisahkan” dengan negara seperti ditunjukkan oleh prilaku penguasa Kekhalifahan Turki itu.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X