Industri Terseok, Indonesia dan Vietnam Bersaing Ketat

- Senin, 14 Oktober 2019 | 09:40 WIB
Pekerja tengah merakit kendaraan (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/foc)
Pekerja tengah merakit kendaraan (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/foc)

Kondisi global yang didera perang dagang antara Amerika Serikat dengan China serta Eropa, serta ketidakjelasan Inggris keluar dari Uni Eropa, membuat tekanan pada pertumbuhan ekonomi dunia.

Salah satu tekanan yang paling dirasakan adalah penurunan pertumbuhan pada industri manufaktur. Hampir seluruh negara baik di Eropa, Amerika Selatan serta Asia mengalami penurunan.

Namun, Indonesia dan Vietnam di antara negara Asia  yang mengalami peningkatan. Dua negara ini, kini bersaing dalam menggaet investor dengan berbagai kemudahan regulasi. Tercatat, di Indonesia dan Vietnam yang masing-masing meningkat sebesar 5,1 dan 4,1 persen untuk industri manufaktur.

Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor manufaktur di Indonesia, telah mencapai Rp565 triliun pada kuartal II tahun 2019 atau meningkat dibanding perolehan di kuartal I-2019 sebesar Rp555 triliun. 

Kementerian Perindustrian mencatat, capaian kuartal kedua tersebut tertinggi, karena rata-rata PDB manufaktur Indonesia per kuartal sekitar Rp468 triliun dari periode 2010-2019.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah bertekad untuk semakin menciptakan iklim investasi yang kondusif. Kebijakan strategis yang sudah dijalankan, antara lain memberikan kemudahan izin usaha serta memfasilitasi insentif fiskal dan nonfiskal.

Ia mengatakan, Indonesia sedang merevitalisasi industri manufaktur melalui implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Upaya ini merupakan sebuah strategi kesiapaan dalam memasuki era industri 4.0 serta mengejar target menjadi bagian dari 10 negara dengan perekonomian terbesar di dunia pada tahun 2030.

“Salah satu upaya yang kami lakukan adalah mengakselerasi industri manufaktur nasional agar terus melakukan inovasi melalui pemanfaatan teknologi modern dan kegiatan litbang. Hal ini diyakini juga dapat memacu produktivitas lebih efisien sehingga mendongkrak daya saing industri kita,” katanya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menegaskan, terjadi permintaan yang menurun di pasar, akibat perekonomian global yang melambat, karena ada faktor-faktor internasional. 

Berdasarkan data UNIDO, pada kuartal I-2019, tingkat pertumbuhan manufaktur dari negara-negara industri hanya sekitar 0,4 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi secara konsisten di setiap triwulan, yang sebelumnya mencapai 3,5 persen pada akhir 2017.

"Kondisi ini berimbas pada produksi sektor industri di sejumlah negara dunia," katanya. 

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X