Kalah Bersaing, Eropa Jegal Sawit Indonesia

- Rabu, 16 Oktober 2019 | 16:29 WIB
REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa

Industri minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia mengalami tekanan yang luar biasa dalam beberapa tahun belakangan ini. Uni Eropa yang menjadi tujuan utama ekspor CPO Indonesia justru melancarkan serangan berupa kampanye antisawit di seluruh Benua Biru.

Salah satu upaya Uni Eropa untuk menjegal Indonesia adalah mengusulkan proposal bea masuk sekitar 8%-18% untuk produk biodiesel dari Indonesia. Alasannya, minyak sawit yang menjadi campuran biodiesel Indonesia didapatkan dari cara-cara produksi yang tidak ramah lingkungan.

-
REUTERS/Luis Echeverria

Rencana kebijakan itu dinilai akal-akalan saja karena Uni Eropa merasa terancam biodiesel Indonesia yang sangat kompetitif. Upaya menjegal produk minyak sawit RI sudah dimulai sejak lama. Uni Eropa sempat menuding Indonesia melakukan dumping atas produk ekspor biodiesel kemudian mengenakan bea masuk antidumping.

Akibatnya, ekspor minyak sawit anjlok. Kementerian Perdagangan mencatat, pada 2017, ekspor biodiesel ke Benua Biru hanya US$116 juta.

Indonesia menggugat dan berhasil memenangi sengketa melawan Uni Eropa di World Trade Organization. Hasilnya, pada 2018, angka ekspor biodiesel ke Eropa melonjak tajam menjadi US$572 juta.

Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Pradnyawati menyebut Uni Eropa telah merancang strategi untuk menghadang biodiesel Indonesia. Pasalnya, mereka memproduksi pesaing minyak sawit.

"Ini memang strategi besar mereka menghadang biodiesel Indonesia. Mereka akan melakukan segala cara agar minyak nabati dari Tanah Eropa tidak tersaingi minyak nabati dari belahan Bumi lain," tutur Pradnyawati, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

#KAMUHARUSTAU bahwa Eropa memproduksi minyak dari bunga matahari yang panennya terbatas musim, berbeda dengan CPO Indonesia yang mampu berporoduksi dalam jumlah banyak. Jika berkompetisi secara adil, Pradnyawati menjelaskan minyak rapeseed dan bunga matahari yang merupakan minyak nabati dari Eropa memang tidak akan mampu bersaing dengan minyak sawit.

Dari segi hasil, sawit ialah minyak nabati terproduktif karena secara rata-rata mampu menghasilkan 3 ton per ha. Tanaman lainnya hanya mampu memproduksi tidak lebih dari 1 ton per ha.

-
REUTERS/Lai Seng Sin

Lebih dari itu, kelapa sawit memiliki tingkat penggunaan lahan yang paling rendah jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.

Mandatory Biodiesel

Indonesia sendiri menyadari bahwa tekanan Eropa tidak bisa dibiarkan, karena itu pemerintah menyusun rencana agresif meningkatkan kebijakan kadar pencampuran biodiesel dari B20 (20% campuran fatty acid methyl esters, produk turunan minyak sawit) ke B30. Presiden Jokowi berharap pada Januari 2020 nanti pelaksanaan mandatori biodiesel B30 sudah dapat dimulai. Jokowi menilai penerapan kebijakan B20 sejak 2018 membawa hasil cukup signifikan bagi ekonomi RI.

"Saya ingin kurangi ketergantungan pada energi fosil dan paling penting kurangi impor minyak. Kalkulasi kala kita konsisten B20 ini, kita bisa hemat kurang lebih US$5,5 miliar per tahun. Ini angka yang gede banget," ujar Jokowi saat Rapat Terbatas soal evaluasi pelaksanaan mandatory biodiesel di kantor Presiden, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Melihat angka tersebut, Jokowi pun ingin B20 buru-buru pindah ke B30 di 2020 mendatang. Dan selanjutnya di akhir 2020 sudah loncat lagi ke B50.

Pemanfaatan kelapa sawit, lanjut Jokowi, selain untuk menyelamatkan devisa negara dari impor minyak, juga untuk mengatasi masalah yang menekan komoditas kelapa sawit selama ini.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Polres Langkat Musnahkan Barbuk Ganja dan Sabu

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X